JURNAL

Kompetensi Mngajar Guru Smp Berjenis Kelamin Laki-Laki di Kecamatan Molawe
A.    PENDAHULUAN

 

Pendidikan mempunyai dua proses utama yaitu mengajar dan belajar. Mengajar ditingkat pendidikan formal biasanya dilakukan oleh seorang guru. Guru dalam proses belajar mengajar mempunyai tiga peranan yaitu sebagai pengajar, pembimbing dan administrator kelas.
Guru sebagai pengajar berperan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Oleh sebab itu guru dituntut untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan keterampilan mengajar. Guru sebagai pembimbing diharapkan dapat memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Peranan ini termasuk ke dalam aspek pendidik sebab tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan juga mendidik untuk mengamalkan nilai-nilai kehidupan. Hal tersebut menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah sikap yang mengubah tingkah laku peserta menjadi lebih baik. Guru sebagai administrator kelas berperan dalam pengelolaan proses belajar mengajar di kelas.
Guru merupakan komponen penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan, tidak hanya berprofesi sebagai pengajar, namun juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Berdasarkan Standar Nasional Kependidikan, guru harus memiliki empat kompetensi dasar yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Namun, kompetensi-kompetensi yang dimiliki guru saat ini masih terbatas, sehingga diperlukan suatu upaya untuk mengoptimalkan kompetensi-kompetensi tersebut.
Guru yang bermutu dan profesional menjadi tuntutan masyarakat seiring dengan tuntutan persyaratan kerja yang semakin ketat mengikuti kemajuan era globalisasi. Untuk membentuk guru yang profesional sangat tergantung pada banyak hal yaitu guru itu sendiri, pemerintah, masyarakat dan orang tua.
Ada tiga ketentuan yang patut mendapat perhatian dalam proses pembelajaran, yaitu : 1) Seorang guru yang baik perlu memiliki pengetahuan yang mendukung tentang ilmu yang diajarkannya. Seharusnya guru mempunyai penguasaan tentang bahan yang diajarkan itu jauh melebihi siswa yang diajar. 2) Seorang guru yang baik perlu memiliki pengetahuan yang cukup tentang psikologi pendidikan. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan membantu guru secara tepat untuk menjadikan siswanya belajar. 3) Seorang guru perlu mengetahui tentang metodologi yang lebih penting untuk dipilih pada saat menyajikan materi (Ali, 2004: 13)
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai ujung tombak di bidang pendidikan, guru mempunyai peranan yang sangat besar dalam hal peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya dan prestasi belajar siswa pada khususnya. Menyadari akan hal ini, maka upaya-upaya ke arah perbaikan profesional guru terus dilaksanakan baik di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) maupun melalui proyek-proyek peningkatan profesionalisme guru, diantaranya adalah program penyetaraan guru dan penataran guru mata pelajaran yang merupakan tanda bukti kesungguhan pemerintah dalam rangka peningkatan profesional guru. Upaya ini dilakukan agar semua proses belajar mengajar dapat berjalan lebih baik dan output yang dihasilkan lebih berkualitas.
Guru SMP di Kecamatan Molawe sebanyak 29 orang yang terdiri dari guru laki-laki 17 orang dan perempuan 12 orang. Para guru tersebut mengajar di SMP Negeri 2 Molawe dan dan SMP Negeri I Lasolo. Ada informasi bahwa pada umumnya kompetensi mengajar guru terutama yang berjenis kelamin perempuan masih rendah bila ditinjau dari kompetensi penguasaan bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan-landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar serta menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Hal ini disebabkan karena adanya fungís ganda dari guru berjenis kelami perempuan yaitu sebagai guru dan juga harus mengurus rumah tangga sehingga alokasi waktu untuk belajr lebih sedikit dibanding dengan guru berjenis kelamin perempuan. Namur demikian kondisi ini perlu dibuktikan melalui penelitian empiris.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dipandang perlu melakukan penelitian dengan judul : Perbedaan Kompetensi Mengajar Guru SMP di Kecamatan Molawe Kabupaten Konawe Utara Di Lihat Dari Aspek Jenis Kelamin

 

































B.     TINJAUAN PUSTAKA

 

Guru dalam pengertian sehari-hari diartikan sebagai orang yang melakukan tugas untuk mengajarkan ilmu pengetahuan kepada siswa atau siswa dalam suatu tempat dan waktu tertentu.
Hamalik (2001: 78) menjelaskan bahwa guru adalah suatu jabatan yang mempunyai peran kompetensi profesional. Pendidikan guru adalah pendidikan profesional yang terdiri dari kategori : pendidikan berlanjut, pendidikan lanjutan dan pengembangan staf. Dimana pendidikan guru dipadukan suatu proses pengadaan, pengembangan dan pengelolaan
Soedijarto (2003: 96) mengemukakan bahwa guru adalah suatu pekerjaan yang dipandang memerlukan kemampuan profesional. Oleh karena itu memerlukan pendidikan lanjutan dan latihan khusus. Atas dasar pengertian tersebut, maka jabatan guru di negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman dan Inggris dipandang sebagai jabatan profesional yang jika dilakukan secara benar menuntut perencanaan belajar mengajar, mengorganisasikan, menata, mengendalikan, membimbing dan membina terlaksananya proses belajar mengajar secara relevan, efisien dan efektif, menilai proses dan hasil belajar serta mendiagnosis faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar selanjutnya.

Sardiman (2000: 125) mengemukakan bahwa guru mempunyai kedudukan, yaitu :
1.      Guru sebagai tenaga profesional
Guru dalam proses belajar mengajar, memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks dalam usahanya untuk mengantarkan anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan semata-mata demi kepentingan anak didik sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka guru harus : (1). Memiliki kemampuan profesional, (2). Memiliki kapasitas intelektual dan (3). Memiliki sifat edukasi sosial. Ketiga syarat kemampuan tersebut diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru, sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin di masyarakat. Untuk itu diperlukan kedewasaan dari seorang guru.
Soal kehidupan guru sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat kalau diketahui dulu maksud kata profesi. Kata profesi masuk dalam kosakata profesi bahasa Indonesia melalui bahasa Inggris (profession). Sesuai pengertian ini kata profesi seperti yang kita pergunakan sekarang ini, arti sebenarnya tidak lain adalah pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih. Maksudnya, jika seseorang mengatakan bahwa profesinya adalah musik, sebenarnya memberitahukan kepada orang lain bahwa bidang pekerjaan yang dipilihnya adalah bermain musik.
Sardiman (2000: 131) secara umum mengemukakan bahwa profesi adalah sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjutan di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya menyangkut aspek-aspek yang bersifat mental daripada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesional yang senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan dipergunakan demi kemaslahatan bagi orang lain.
Seorang pekerja profesional khususnya guru, dapat dibedakan dari seorang teknisi, karena di samping menguasai sejumlah teknik dari prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam melaksanakan pekerjaannya. Guru sebagai tenaga profesional kependidikan, ditandai dengan serentetan diagnosa, rediagnosa dan penyesuaian yang terus menerus. Dalam hal ini di samping kecermatan untuk menentukan langkah, guru juga harus sabar, ulet dan tanggap terhadap setiap kondisi sehingga di akhir pekerjaannya akan membuahkan hasil yang memuaskan.
Sehubungan dengan profesionalisme seseorang, Wolmer dan Mills yang dikutip oleh Suryabrata (2001: 132) mengemukakan bahwa pekerjaan itu dapat dikatakan sebagai profesi jika memenuhi kriteria atau ukuran-ukuran sebagai berikut :
a.       Memiliki spesialisasi dalam latar belakang teori yang luas yaitu memiliki pengetahuan umum dan keahlian yang mendalam.
b.      Merupakan karir yang dibina secara organisatoris yang luas yaitu adanya keterkaitan dari suatu organisasi profesional, memiliki otonomi jabatan, memiliki kode etik jabatan dan merupakan karya bakti seumur hidup.
c.       Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional, maksudnya memperoleh dukungan masyarakat dan mendapat pengesahan dan akhirnya yang akan memperbaiki situasi pendidikan kita adalah para guru yang sehari-hari bekerja di lapangan dari guru taman kanak-kanak (TK) sampai guru besar.
Guru dapat disamakan sebagai pasukan tempur dalam suatu peperangan. Para birokrat pendidikan sebenarnya adalah pendukung semata-mata bagi guru atau prajurit lapangan ini. Kalau birokrasi pendidikan benar-benar mendukung para guru, maka  pekerjaan mereka akan lebih ringan, dan sebaliknya kalau melalui tindakan-tindakan birokrasi tertentu, birokrasi pendidikan justru memberikan beban tambahan kepada para guru, dan sebagai akibatnya prestasi pekerjaan merekapun akan menurun.
Soedijarto (2003: 63) mengemukakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi kualitas perilaku guru dalam melaksanakan tugasnya, yaitu :

a.       Jenis kewenangan yang diberikan kepada guru
b.      Kualitas atasan yang mengawasi dan mengontrol perilaku guru
c.       Kebebasan yang diberikan kepada guru baik di kelas maupun di luar kelas
d.      Hubungan guru dengan siswa-siswanya
e.       Pengetahuan tentang dirinya sendiri dan kepercayaan terhadap diri sendiri.
Dari lima faktor tersebut terlihat bahwa tiga faktor pertama merupakan persoalan-persoalan yang seluruhnya terletak dalam daerah kekuasaan birokrasi pendidikan. Sedangkan dua faktor yang terakhir merupakan persoalan perlindungan hukum.
Westby dan Gibson yang dikutip oleh Winkel (2004: 112) mengemukakan ciri-ciri keprofesian di bidang kependidikan sebagai   berikut :
a.       Diakui oleh dan layanan yang diberikan itu hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan suatu profesi.
b.      Diperlukan sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik.
c.       Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum melaksanakan pekerjaan profesional.
d.      Mempunyai organisasi profesional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.
Oleh karena itu, sebagai guru yang profesional di bidang kependidikan dalam kaitannya dengan accountability, dituntut adanya kualifikasi kemampuan yang lebih memadai. Merangkum pendapat para ahli. Menurut Soedijarto (2003: 71) secara garis besar ada tiga tindakan kualifikasi profesional kependidikan, yaitu :
a.         Tingkatan capable personal, yakni guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif.
b.         Guru sebagai innovator, yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan.
c.         Guru sebagai developer, yakni harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya.
Dengan demikian masalah peningkatan kualitas guru tidak hanya bergantung pada guru itu sendiri, melainkan sangat dipengaruhi oleh sikap birokrasi pendidikan. Dalam kerangka ini, persoalan hubungan guru dengan birokrasi pendidikan menjadi persoalan yang perlu dievaluasi secara terus menerus.
2.      Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Seseorang dikatakan sebagai seorang guru tidak cukup “tahu” suatu materi yang akan diajarkan, tetapi ia harus merupakan seorang yang harus memiliki “kepribadian guru” dengan segala ciri kedewasaanya. Dengan kata lain, bahwa untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang harus berpribadi.
Dikatakan sebagai pendidik karena dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru memberi latihan beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didiknya. Mendidik sikap mental seseorang tentu saja tidak cukup hanya mengajarkan suatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu harus dididikkan dengan guru sebagai idolanya.
Sardiman (2000: 136) mengemukakan bahwa mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya, mengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya atau memanusiakan manusia. Dengan demikian secara esensial dalam proses pendidikan, guru bukan hanya berperan sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sebagai pendidik yang mengajarkan nilai-nilai positif dalam kehidupan (transfer of value). Ia bukan saja pembawa ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi contoh sebagai pribadi manusia.
Sebagai guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing. Pembimbing yakni sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya sesuai dengan arah tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus melakukan bimbingan dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik.
Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing, ada dua fungsi yaitu fungsi moral dan fungsi kedinasan. Tinjauan secara umum, guru dengan segala peranannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya. Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing, juga disertai oleh fungsi moral itu yakni dengan wujud bekerja secara sukarela, tanpa pamrih dan semata-mata demi panggilan hati nurani.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka setidak-tidaknya ada tiga alternatif yang perlu diperhatikan oleh para guru dalam melaksanakan tugas pengabdiannya, yakni karena : 1). Merasa terpanggil, 2). Mencintai dan menyayangi anak didik, dan 3). Mempunyai rasa tanggung jawab secara penuh dan sadar mengenai tugasnya.
Sehubungan dengan beberapa fungsi yang dimiliki guru, maka terdapat beberapa aspek utama yang merupakan kecakapan serta pengetahuan dasar bagi guru yakni antara lain :
a.       Guru harus mengenal siswanya
b.      Guru harus dapat memahami dan menempatkan kedewasaannya
c.       Guru harus memiliki kecakapan memberikan bimbingan
d.      Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan
e.       Guru harus memiliki pengetahuan yang baru mengenai ilmu yang diajarkan.

Santoso (2006: 4) mengemukakan bahwa dengan mengingat pemikiran kualitas guru melalui profesionalisasi dimulai oleh proyek pengembangan pendidikan guru (P3G) pada tahun 1979, yang merumuskan tiga kemampuan terpenting yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional, yang kemudian dikenal dengan nama tiga kompetensi yakni : 1). kompetensi profesional, 2). Kompetensi personal, dan 3). Kompetensi sosial.
Kompetensi profesional, bahwa guru memiliki pengetahuan yang luas tentang bidang studi yang akan diajarkan serta penguasaan metodelogis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoristik, mampu memilih metode yang tepat serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi personal, artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Sedangkan kompetensi sosial, bahwa guru harus mempunyai kemampuan berkomunikasi sosial baik dengan siswanya, sesama teman guru, pimpinannya, staf tata usaha dan dengan anggota masyarakat lain.
(Santoso, 2006: 5) mengemukakan bahwa ada sepuluh kompetensi profesional guru yaitu :
1.      Menguasai bahan
2.      Mengelola program belajar mengajar
3.      Mengelola kelas
4.      Menggunakan media/sumber
5.      Menguasai landasan-landasan pendidikan
6.      Mengelola interaksi belajar mengajar
7.      Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8.      Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah
9.      Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10.  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Jika ditelaah dari sepuluh kompetensi tersebut, dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu :
1.      Kemampuan menguasai bahan pengajaran
2.      Kemampuan merencanakan program belajar mengajar
3.      Kemampuan melaksanakan program belajar mengajar. (Santoso, 2006: 5).
Yang dimaksud dengan kemampuan menguasai bahan pelajaran adalah kemampuan mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi sejumlah pengetahuan yang akan diajarkannya. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar adalah kemampuan membuat satuan pelajaran (SP), kemampuan menciptakan alat peraga (media) guna kepentingan pengajaran. Sedangkan kemampuan melaksanakan program belajar mengajar adalah kemampuan menciptakan interaksi belajar mengajar sesuai dengan situasi dan program yang dibuatnya.
Wijaya dan Rusyan (2004: 30) menjelaskan bahwa ruang lingkup kemampuan program belajar mengajar adalah sebagai berikut :
1.      Kemampuan merumuskan TIK secara tepat. Rumusan TIK harus didasarkan atas TIU dan GBPP.
2.      Kemampuan menjabarkan TIK ke dalam bahan pelajaran atau pokok bahasan dan uraiannya dalam GBPP.
3.      Kemampuan menjabarkan TIK ke dalam proses belajar mengajar yang tepat dan cocok dengan kemampuan siswa.
4.      Kemampuan menjabarkan TIK, bahan pelajaran dan PBM ke dalam alat bantu pengajaran (media).
5.      Kemampuan membuat alat evaluasi yang relevan dengan tujuan pengajaran.
6.      Kemampuan mempersiapkan alat-alat peraga dan media.
7.      Kemampuan mengelola kelas ke dalam suasana kelas yang merangsang kegiatan belajar siswa.
8.      Kemampuan mengadministrasikan kegiatan pengajaran ke dalam perencanaan, pendataan dan lain-lain.
9.      Kemampuan menyusun dan melaksanakan program layanan bimbingan dan penyuluhan.
10.  Kemampuan menafsirkan hasil-hasil penelitian untuk keperluan pengajaran.
Sedangkan beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam melaksanakan program pengajaran menurut Wijaya dan Rusyan (2004: 32) adalah sebagai berikut :
1.      Kemampuan memotivasi siswa untuk belajar.
2.      Kemampuan memperkenalkan tujuan pelajaran yang jelas di hadapan siswa.
3.      Kemampuan menyajikan bahan pelajaran dengan metode mengajar yang relevan dengan tujuan pelajaran.
4.      Kemampuan melakukan pemantapan belajar terutama bagi siswa yang lamban.
5.      Kemampuan melaksanakan penelitian hasil belajar.
6.      Kemampuan mempersiapkan alat-alat bantu pelajaran dan menggunakannya dengan baik.
7.      Kemampuan memperbaiki program belajar mengajar untuk keperluan pengajaran pada masa yang akan datang.
8.      Kemampuan melaksanakan layanan bimbingan dan penyuluhan.
Gagne yang dikutip oleh Ali (2004: 58) mengemukakan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam tugas pengajarannya, yaitu :
1.      Kemampuan memberikan kehangatan dan penerimaan kepada siswa yang berfungsi sebagai penguat aktivitas belajar.
2.      Kemampuan memahami organisasi kognitif siswa.
3.      Kemampuan untuk menciptakan ketertiban.
4.      Kemampuan untuk memberikan peluang kepada siswa untuk aktif.
5.      Kemampuan untuk memecahkan persoalan pengajaran.
Dalam hubungannya dengan pembentukan tenaga profesional kependidikan, kesepuluh kompetensi di atas akan menunjuk kepada suatu perbuatan yang bersifat rasional dan memiliki spesifikasi tertentu di dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik/pengajar, pembimbing dan pengelola administrasi sekolah serta komponen-komponen yang lain.
Jadi istilah kompetensi sebenarnya dipergunakan dalam dua konteks, yaitu sebagai indikator kemampuan yang menunjuk kepada pembuatan yang dapat diobservasi dan sebagai konsep yang mencakup aspek kognitif dan efektif dengan tahap-tahap pelaksanaannya.
Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan.
Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
1.      Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2.      Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
3.      Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
1.      Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2.      Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
3.      Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
4.      Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1.      Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
2.      Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
3.      Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.
4.      Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.
5.      Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Standar Kompetensi Guru meliputi 3 (tiga) komponen kompetensi dan masing-masing komponen kompetensi terdiri atas beberapa unit kompetensi (didownload dari : http://www.geocities.com).
Secara keseluruhan Standar Kompetensi Guru adalah sebagai berikut :
a    Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan, yang terdiri atas,
Sub Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran :
1.      Menyusun rencana pembelajaran
2.      Melaksanakan pembelajaran
3.      Menilai prestasi belajar peserta didik.
4.      Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik.
Sub Komponen Kompetensi Wawasan Kependidikan :
a.       Memahami landasan kependidikan
b.      Memahami kebijakan pendidikan
c.       Memahami tingkat perkembangan siswa
d.      Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya
e.       Menerapkan kerja sama dalam pekerjaan
f.       Memanfaatkan kemajuan  IPTEK dalam pendidikan
b.   Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional, yang terdiri atas : Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai materi pembelajaran
c.   Komponen Kompetensi Pengembangan Profesi terdiri atas : Mengembangkan profesi (didownload dari : http://www.geocities.com)



C.  Permasalahan Kompetensi Guru
Dalam mewujudkan tuntutan kemampuan guru sebagaimana dijelaskan di atas, sering kali dihadapi berbagai masalah yang menghambat. Secara garis besar hambatan tersebut menurut Ali (2004: 27) sebagai berikut :
1.      Kurangnya daya inovasi untuk meningkatkan kemampuan. Dalam hal ini guru tidak memiliki kemampuan menciptakan hal-hal baru dalam melakukan tugasnya sebagai tenaga pengajar.
2.      Lemahnya motivasi untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini dimaksudkan bahwa guru tidak memiliki dorongan yang kuat di dalam dirinya untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal metode mengajar.
3.      Ketidakpedulian terhadap berbagai perkembangan. Hal ini dimaksudkan bahwa guru kurang mencari informasi baik melalui media cetak maupun elektronik terhadap perkembangan kemajuan pendidikan dan sebagainya di daerah yang sudah maju.
4.      Kurangnya sarana dan prasarana pendukung. Tinggi rendahnya pengakuan profesi guru antara lain diukur dari tingkat pendidikan yang ditempuhnya. Untuk menghasilkan guru yang memiliki kemampuan telah dikembangkan sistem pendidikan guru berdasarkan kompetensi. Artinya, program pendidikan yang diberikan pada lembaga pendidikan guru disusun dan dikembangkan atas dasar analisis tugas yang disyaratkan bagi pelaksanaan tugas-tugas keguruan.
Joni dalam Wijaya dan Rusyan (2004: 183) menjelaskan bahwa ada tujuh asumsi yang mendasari perangkat kompetensi guru, yaitu yang berkenaan dengan : 1). Hakikat manusia, 2). Hakikat masyarakat, 3). Hakikat pendidikan, 4). Hakikat subjek didik, 5). Hakikat guru, 6). Hakikat belajar mengajar, 7). Hakikat kelembagaan.
Empat dari tujuh asumsi yang dikemukakan di atas, yaitu hakikat pendidikan, hakikat subjek didik, hakikat guru dan hakikat belajar mengajar oleh Sudjana (2004: 41) dijelaskan sebagai berikut :
1.   Hakikat Pendidikan
Ada lima yang menjadi dasar dalam hakikat pendidikan, yakni : (a) Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi, ditandai adanya keseimbangan kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik. (b) Pendidikan merupakan penyediaan subjek didik menghadapi hidup yang mengalami perubahan yang semakin cepat. (c) Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat. (d) Pendidikan berlangsung seumur hidup. (e) Pendidikan merupakan niat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.
2.   Hakikat Subjek Didik
Hakikat subjek didik didasarkan atas empat hal, yaitu : (a) Subjek didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup. (b) Subjek didik memiliki potensi baik fisik maupun psikologis yang berbeda-beda sehingga masing-masing subjek didik merupakan insane yang unik. (c) Subjek didik memerlukan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi. (d) Subjek didik pada dasarnya merupakan insane yang aktif menghadapi lingkungannya.
3.      Hakikat Guru
Hal ini bertolak dari tujuh hal, yaitu : (a) Guru merupakan pembaruan, (b) Guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat. (c) Guru sebagai fasilitator memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi subjek didik untuk belajar. (d) Guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar subjek didik. (e) Guru dituntut untuk menjadi contoh dalam pengelolaan proses belajar mengajar bagi calon guru yang menjadi subjek didiknya. (f) Guru bertanggung jawab secara profesional untuk terus menerus meningkatkan kemampuannya. (g) Guru menjunjung tinggi kode etik profesional.
4.      Hakikat Belajar Mengajar
Yang mendasari hakikat belajar mengajar adalah : (a) Peristiwa belajar terjadi apabila subjek didik aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru. (b) Proses belajar mengajar yang efektif memerlukan strategi yang tepat. (c) Program belajar mengajar dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem. (d) Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang di dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. (e) Pembentukan kemampuan memerlukan penginteraksian fungsional antara teori dan praktek serta materi dan metodologi penyampaiannya. (f) Pembentukan kemampuan memerlukan pengalaman lapangan yang bertahap. (g) Kriteria keberhasilan yang utama dalam pendidikan profesional adalah pendemonstrasian penguasaan kemampuan. (h) Materi penyampaian dan sistem penyampaiannya selalu berkembang.
Melihat uraian di atas, jelas bahwa guru harus memiliki kemampuan yang matang yang dapat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar yang diselenggarakannya. Bila dikaji lebih dalam lagi, kemampuan ternyata mempunyai arti cukup luas karena kemampuan bukan semata-mata menunjukkan kepada keterampilan dalam melakukan sesuatu. Tetapi lebih dari itu, kemampuan dapat diamati dengan menggunakan minimal empat petunjuk, yaitu : (a) Ditunjang oleh latar belakang pengetahuan. (b) Adanya penampilan atau performance. (c) Kegiatan yang menggunakan prosedur dan teknik yang jelas. (d) Adanya hasil yang dicapai.
Upaya untuk meningkatkan kemampuan guru tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan kemampuan melaksanakan tugas. Guru sebagai tenaga profesional sekurang-kurangnya dituntut kemampuannya dalam melaksanakan tugas pokok sebagai berikut: (1) Meningkatkan kemampuan merencanakan proses belajar mengajar. (2) Meningkatkan kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar. (3) Meningkatkan kemampuan menilai proses dan hasil belajar.
Kemampuan merencanakan, melaksanakan dan menilai merupakan tiga jenis kegiatan yang saling berkaitan. Oleh karena itu, tuntutan kemampuan yang harus dimilikinya hendaknya secara lengkap meliputi tiga jenis kemampuan tersebut.

C.    Pembinaan Kompetensi Guru Untuk Peningkatan Kualitas Mengajar
Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar dapat digabungkan ke dalam dua macam, yaitu permasalahan yang ada di dalam diri guru itu sendiri dan permasalahan yang ada di luar dirinya. Upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya menurut Soedijarto (2003: 73) dapat dilakukan sebagai berikut :
1.      Menumbuhkan kreativitas guru
Tumbuhnya kreativitas di kalangan guru memungkinkan terwujudnya ide perubahan dan upaya peningkatan secara terus menerus dan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan masyarakat. Di samping itu, tuntutan untuk meningkatkan kemampuannya pun muncul dari dalam diri sendiri tanpa menunggu ide atau perintah dari atas.
Kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru, baik yang benar-benar baru sama sekali maupun yang merupakan modifikasi atau perubahan dengan perubahan dengan mengembangkan hal-hal yang sudah ada. Bila konsep ini dikaitkan dengan kreativitas guru, maka guru yang bersangkutan mungkin menciptakan suatu strategi mengajar yang benar-benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri) atau dapat saja merupakan modifikasi dari berbagai strategi yang ada sehingga menghasilkan bentuk baru.
Secara umum kreativitas dipengaruhi kemunculannya oleh adanya kemampuan yang dimiliki, sikap dan minat yang positif dan tinggi terhadap bidang pekerjaan yang ditekuni serta kecakapan melaksanakan tugas-tugas. Tumbuhnya kreativitas di kalangan guru dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : (a) Iklim yang memungkinkan para guru meningkatkan pengetahuan dan kecakapan dalam melaksanakan tugas. (b) Kerjasama yang cukup baik antara personil pendidikan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. (c) Pemberian penghargaan dan dorongan semangat terhadap setiap upaya yang bersifat dari para guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. (d) Perbedaan status yang tidak terlalu tajam di antaranya personil sekolah sehingga memungkinkan terjalinnya hubungan manusiawi yang lebih harmonis. (e) Pemberian kepercayaan kepada para guru untuk meningkatkan diri. (f) Melimpahkan kewenangan yang cukup besar kepada para guru dalam melaksanakan tugas dan memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas. (g) Pemberian kesempatan kepada para guru untuk ambil bagian dalam merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan hasil belajar.
2.      Penataran dan lokakarya
Pelaksanaan penataran dan lokakarya dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Hal ini dapat dilakukan oleh sekolompok guru yang mempunyai maksud yang sama. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara mengundang seorang atau beberapa orang pakar sebagai nara sumber. Para pakar diminta memberi penjelasan, informasi dan dasar-dasar pengetahuan yang berkaitan dengan apa yang dilokakaryakan.
Setelah peserta memperoleh pengetahuan dasar, selanjutnya dilakukan diskusi untuk mengembangkan wawasan dan disusul dengan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar. Pelatihan yang dilakukan meliputi penyusunan rencana pengajaran, pelaksanaan pengajaran dan pelaksanaan penilaian.
Disamping ceramah, diskusi dan pelatihan dapat pula dilakukan karya wisata ke suatu tempat yang erat kaitannya dengan masalah yang dilokakaryakan. Untuk mengembangkan dan memperluas wawasan, dapat pula ditambah dengan cara belajar di perpustakaan. Bahan-bahan yang dipelajari hendaknya disusun secara tertulis, baik dalam bentuk makalah biasa maupun dalam bentuk program, paket belajar, status modal, sehingga setiap peserta dapat belajar secara efektif.
3.      Supervisi
Supervisi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam proses belajar mengajar melalui upaya menganalisis berbagai bentuk tingkah laku pada saat melaksanakan proses belajar mengajar.
Pelaksanakan supervisi dapat dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama-sama ingin meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Mereka secara bergantian melakukan pengamatan terhadap berbagai tingkah laku masing-masing pada saat melaksanakan proses belajar mengajar. Sebelum melaksanakan pengamatan, terlebih dahulu dibicarakan bentuk-bentuk tingkah laku apa yang menjadi fokus pengamatan dan secara bersama-sama disusun panduannya. Berdasarkan panduan itu, dilakukan pengamatan untuk melihat di mana letak kelemahan-kelemahannya. Setelah masing-masing mengetahui kelemahan diri sendiri, hal itu dijadikan dasar upaya untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kemampuan.
Langkah persiapan sebagai berikut :
1.        Merundingkan dengan teman sekerja upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam proses belajar mengajar.
2.        Merundingkan fokus pelaksanaan pengajaran yang diamati.
3.        Merupakan alat atau panduan untuk melakukan pengamatan terhadap bentuk dan tingkah laku tertentu sesuai fokus yang didasarkan atas tolok ukur tertentu.
4.        Merundingkan siapa yang lebih dulu melakukan pengamatan dan siapa berikutnya, sehingga secara bergiliran masing-masing melakukan pengamatan.
Pelaksanakan pengamatan sebagai berikut :
1.      Dengan menggunakan panduan yang sudah disusun sebagai pegangan, dilakukan pengamatan secermat mungkin terhadap tingkah laku guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
2.      Membuat catatan singkat tentang segi-segi yang menyangkut tingkah laku guru dan reaksi siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
3.      Membuat alasan mengenai hal-hal yang dipandang perlu. Ulasan dicatat dalam lembaran lain di luar panduan pengamatan.
4.      Kepedulian pengamatan terbatas pada hal-hal yang menjadi fokus semata-mata.
Pembahasan hasil pengamatan sebagai berikut :
1.      Pembahasan dimulai dengan menggunakan segi-segi positif dari proses belajar mengajar yang diamati.
2.      Menunjukkan beberapa kelemahan dari proses belajar mengajar, kemudian membahas mengapa hal itu terjadi serta bagaimana kemungkinan menghindarinya sebagai dasar untuk pelatihan pada proses belajar mengajar berikutnya.
3.      Jika ternyata guru yang bersangkutan menemukan kesulitan dalam menampilkan segi-segi tingkah laku tertentu dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan pelatihan terlebih dahulu dalam menampilkan segi tersebut sebelum dimulai pengajaran. Untuk memudahkan pelaksanaan, terlebih dahulu dilakukan kajian tentang bentuk dan kemampuan mana yang terlebih dahulu diupayakan untuk ditingkatkan, sehingga secara bertahap tuntutan kemampuan minimal dalam proses belajar mengajar dapat tercapai.























C.METODE PENELITIAN

1.   Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Molawe Kabupaten Konawe Utara yaitu di SMP Negeri 2 Molawe dan SMP Negeri I Lasolo.  Waktu pelaksanaan penelitian pada tanggal 13 April sampai dengan 11 Mei 2009.

2.   Populasi dan Sampel Penelitian
a.   Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh guru SMP diwilayah Kecamatan Molawe yang berasal dari dua sekolah yaitu SMP Negeri 2 Molawe dan SMP I Lasolo Kabupaten Konawe Utara sebanyak 29 orang yang terdiri dari guru berjenis kelamin laki-laki 17 orang dan guru berjenis kelamin perempuan 12 orang.
b.   Sampel 
Sampel penelitian dipilih dengan metode sensus (sampling jenuh) yaitu mengambil seluruh guru laki-laki dan guru perempuan untuk menjadi sampel. Dengan demikian maka responden penelitian ini sebanyak 29 orang guru yang terdiri dari laki-laki 17 orang dan perempuan 12 orang. Hal ini didasarkan pada pendapat Riduwan dan Akdon (2007: 248) yang mengatakan bahwa apabila jumlah anggota populasi kurang dari 30 maka dapat diberlakukan metode sensus.

c.   Instrumen Penelitian
Untuk mengukur kompetensi mengajar guru di gunakan instrumen berupa angket penelitian.
a.       Definisi konsep
Yang dimaksud dengan kompetensi mengajar guru adalah kemampuan guru dalam mengajar.
b.   Definisi operasional
Kompetensi mengajar guru adalah kemampuan guru SMP berjenis kelamin laki-laki dan perempuan di Kecamatan Molawe dalam pembelajaran yang diukur dari indikator : kemampuan menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan-landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar serta menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
b.      Kisi-kisi instrumen kompetensi mengajar guru  
Variabel
Dimensi
Indikator
Jumlah Butir
Nomor Butir
Kompetensi  
a.    kemampuan menguasai bahan
-      penguasaan materi yang diajarkan
-      memberikan pemahaman kepada siswa atas materi yang saya ajarkan
-      memberikan inti atau filosofi dari materi yang diajarkan
21 Butir

1

2
3

4
5

6

7

8


9
10


11


12

13

14

15
16

17

18

19

20
21




b.    mengelola program belajar mengajar
-      menyusun rencana pembelajaran
-      kualitas kompetensi dalam hal melaksanakan pembelajaran
-      menilai dan melakukan tindak lanjut dalam pembelajaran
c.     mengelola kelas
-      membuka pelajaran dengan metode yang sesuai
-      mengelola kelas menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan
-      mengatur kegiatan siswa di kelas
d.    menggunakan media/ sumber
-      menggunakan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang telah ditentukan
-      menggunakan sumber belajar yang telah dipilih (berupa buku, modul, program komputer dan sejenisnya)
-      memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif
e.     menguasai landasan-landasan pendidikan
-      menjelaskan tujuan dan hakekat pendidikan
-      menjelaskan konsep dasar pengembangan kurikulum
-      menjelaskan struktur kurikulum
f.     mengelola interaksi belajar mengajar
-      memacu siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar
-      mengelola interaksi belajar antara siswa dengan siswa lainnya
-      meningkatkan mutu interaksi belajar mengajar
g.     menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
-      menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
-      mengolah hasil penilaian
-      menyimpulkan hasil penilaian secara jelas dan logis (misalnya : interpretasi kecenderungan hasil penilaian, tingkat pencapaian siswa dll)

c.  Teknik Pengolahan Data
Data penelitian ini diolah dengan menggunakan program komputer yaitu program SPSS (Statistical Product Service and Solution) versi 11.0 dan hasilnya dilaporkan atau disajikan dalam bentuk tabel





e.   Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan statistik inverensial. Namun sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu data yang diperoleh melalui angket diuji dengan menggunakan uji normalitas, validitas dan reliabilitas.
Uji normalitas data ditentukan dengan nilai chi square (X2). Apabila X2 > X2tabel (0,05) maka data terdistribusi normal sebaliknya apabila X2 < X2tabel (0,05) maka data tidak terdistribusi normal.
Uji validitas ditentukan dengan kriteria apabila rxy > 0,30 maka data dikatakan valid. Sebaliknya apabila < 0,30 maka data dikatakan invalid. Selanjutnya uji reliabilitas ditentukan dengan kriteria : Apabila r > 0,60 reliabel sebaliknya r < 0,60 inreliabel.
1.  Analisis Statistik Deskriptif
a.       Kriteria penilaian kompetensi mengajar guru, baik guru laki-laki maupun guru perempuan menggunakan rumus sebagai berikut :
+1
i =
                  R
            K1
Keterangan :
i        = interval
R      = Smi – Smil
K1     = jumlah kelas yang diinginkan
Smi   = 125
Smil = 25
25 – 45
46 – 66
63 – 87
88 – 108
109 – 125
Kompetensi mengajar sangat rendah
Kompetensi mengajar rendah
Kompetensi mengajar sedang
Kompetensi mengajar tinggi
Kompetensi mengajar sangat tinggi



b.      Kriteria persentase
Kriteria hasil analisis persentase menggunakan rumus yang sama dengan rumus diatas
0 – 20%
21 – 41%
42 – 62%
63 – 83%
84 – 100%
Kompetensi mengajar sangat rendah
Kompetensi mengajar rendah
Kompetensi mengajar sedang
Kompetensi mengajar tinggi
Kompetensi mengajar sangat tinggi

2.   Analisis Statistik Inferensial
Analisis statistik inferensial yang digunakan adalah analisis uji beda (uji t) dengan rumus :
      t  =
(Sumber : Sugiono, 2005:229)
Rumus diatas disesuaikan dengan konteks penelitian ini sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut :     
      X1     =    Rata-rata kompetensi mengajar guru laki-laki
      X2     =    Rata-rata kompetensi mengajar guru perempuan
      n1      =    Jumlah guru laki-laki
      n2      =    Jumlah guru perempuan
      S     =    Variance kompetensi mengajar guru laki-laki
      S     =    Variance kompetensi mengajar guru perempuan
Pengujian hipotesis menggunakan taraf nyata 0,05 dengan kriteria sebagai berikut :
- Bila thitung > ttabel maka H1 diterima, Ho ditolak.
- Bila thitung < ttabel maka H1 ditolak, Ho diterima.

f.    Hipotesis
Bertitik tolak dari permasalahan dan kajian teori maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
Hipotesis nol (Ho) :
                      , Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi mengajar guru berjenis kelamin laki-laki dengan guru berjenis kelamin perempuan.
Hipotesis alternatif (H1) :
          , Ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi mengajar guru berjenis kelamin laki-laki dengan guru berjenis kelamin perempuan.







D.       HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

a.   Gambaran Umum Kecamatan Molawe
1.   Letak dan Batas Wilayah
Letak kecamatan Molawe secara geografis adalah daerah pantai dengan topografi datar dan berbukit sangat potensial untuk pengembangan sektor perkebunan dan perikanan.
Batas wilayah Kecamatan Molawe di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lasolo dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Abu dan Kecamatan Asera.
2.   Luas Wilayah
Luas wilayah Kecamatan Molawe 36.506 Ha atau 3,13% dari luas daratan Kabupaten Konawe Utara. Menurut Desa, wilayah yang terluas adalah desa Tapunggaya dengan luas 26.916 Ha atau 73,73% dari luas kecamatan dan yang terkecil adalah Desa Mataiwoi 31 Ha atau 0,38% untuk tahun ini desa Awila Puncak sudah definitif.
Akses dari ibukota kecamatan keseluruh desa dalah wilayah Kecamatan Molawe relatif mudah. Karena semua dapat dilewati dengan kendaraan roda empat dan roda dua sepanjang tahun. 


3.   Pemerintahan dan Sarananya
Kecamatan Molawe adalah salah satu pemekaran dari Kecamatan Lasolo. Wilayah administrasi pemerintahan Kecamatan Molawe terdiri 8 desa dengan status hokum adalah desa definitif.
Dalam setiap desa telah terbentuk 3 dusun setiap desa, dengan membawahi 8 RT dalam setiap desa. Setiap desa telah dilengkapi dengan aparat desa, mulai dari Sekretaris Desa (Sekdes) sampai dengan Kepala Urusan (Kaur). Dalam menjalankan tugas sehari-hari semua desa telah memiliki kantor. Begitu pula untuk sarana dan prasarana lainnya seperti balai desa dan sanggar PKK.
4.   Penduduk
Berdasarkan hasil SUPAS dan Susenas Kor 2007 penduduk di Kecamatan Molawe jumlah penduduk sebanyak 6.591 jiwa atau mengalami kenaikan 41,07% dari tahun 2006 sebesar 4.672 jiwa.
Kecilnya jumlah penduduk di Kecamatan Molawe menyebabkan kepadatan penduduk daerah tersebut sangat rendah yaitu 13 jiwa perkilometer persegi. Kondisi ini tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Jumlah rumah tangga dalam tahun 2007 mencapai 1.136 rumah tangga dengan rata-rata 6 orang setiap rumah tangga. Perubahan jumlah rumah tangga setiap desa tersebut disamping oleh adanya perubahan status perkawinan penduduk juga disebabkan oleh adanya tambahan penduduk melalui migrasi antar desa.
Pada tahun 2007 penduduik perempuan mencapai 3.295 jiwa atau 49,99% dan penduduk laki-laki mencapai 3.925 jiwa atau 50,99%. Perbandingan jumlah perempuan dengan jumlah laki-laki tersebut serta rasio jenis kelamin tahun 2006, setiap 100 penduduk perempuan terdapat 100 penduduk laki-laki.
Kecamatan Molawe menunjukkan sekitar 41,39% atau sebanyak 2.728 adalah penduduk usia 0-16 tahun. Secara umum pencatatannya perubahan data kependudukan setiap jumlah kelahiran, jumlah kematian dan perpindahan penduduk masih belum lengkap dalam registrasi didesa/kelurahan. Tercatat 30 kelahiran sedangkan jumlah kematian 8 orang. Sementara tambahan penduduk melalui migrasi antar desa sebanyak 171 orang.
5.   Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan adalah hak bagi setiap warga Negara Indonesia. Oleh karena itu ketersediaan sarana pendidikan disetiap desa menjadi hal mutlak, terutama tingkat sekolah dasar. Dengan tersedianya sarana pendidikan dasar pada setiap desa diharapkan tingkat buta huruf akan semakin berkurang. Demikian halnya untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi seperti SLTP dan SMU atau bahkan perguruan tinggi.
Di Kecamatan Molawe tidak tersedia sekolah TK. Pada tahun ajaran 2007/2008 jumlah SD ada 7 unit, demikian pula jumlah murid sebanyak 719 siswa. Rasio antara guru terhadap murid rata-rata 31 orang. Tahun ajaran 2007/2008 jumlah SLTP ada 2 unit, demikian pula jumlah murid sebanyak 261 siswa. Rasio antara guru terhadap murid rata-rata 20 orang.
6.   Agama
Pemerintah dan masyarakat telah berupaya membangun fasilitas dan sarana keagamaan agar masyarakat dapat dengan mudah menjalankan agama dan kepercayaannya.
Pada tahun 2005 jumlah rumah ibadah sekitar 8 buah masjid. Sementara rumah ibadah lainnya tidak ada. Kondisi ini dikarenakan mayoritas masyarakat Kecamatan Molawe 100% adalah beragama Islam sehingga dapat dipastikan kalau ada yang memeluk agama selain Islam, pada umumnya adalah pendatang.

b.   Karakteristik Responden

Karakteristik guru dimaksud meliputi umur, pendidikan, golongan dan lama guru yang bersangkutan mengajar, baik untuk guru laki-laki maupun guru perempuan. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut :
1.   Umur
Umur merupakan faktor psikologis yang dapat membedakan manusia dalam berpikir, bersikap dan berperilaku dalam menanggapi segala bentuk rangsangan. Dengan kata lain umur seorang dapat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam melaksanakan sesuatu. Sesuai hasil penelitian dengan menggunakan angket (lampiran 1) diperoleh informasi bahwa mayoritas guru yang diteliti umurnya masih dalam kategori produktif (lampiran 2). Lebih jelasnya data penelitian tersebut ditampilkan melalui tabel berikut :

Tabel 1 Guru Berdasarkan Kelompok Umur, Tahun 2009.
Umur
(Tahun)
Jumlah Guru*
(Orang)
Persentase
( % )
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
4
9
8
5
3
13,79
31,03
27,59
17,24
10,30
Jumlah
29
100,00
Sumber : Data primer
Ket *) Gabungan antara guru laki-laki dan perempuan
Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang (31,03%) guru berada pada kelompok umur antara 35–39 tahun. Menyusul guru yang berada kelompok umur 40-44 tahun yaitu sebanyak 8 orang (27,59%). Sedangkan guru yang berada pada kelompok umur antara 50-54 tahun terdapat 3 orang atau 10,30% dari 29 guru yang diteliti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usia guru yang menjadi responden masih produktif. Guru yang produktif tentu dapat mempengaruhi kompetensinya
2.   Pendidikan
Sesuai hasil penelitian, ternyata mayoritas guru yang diteliti berpendidikan sarjana Lebih jelasnya data penelitian tersebut ditampilkan melalui tabel berikut:




Tabel 2 Guru Berdasarkan Pendidikan Tahun 2009.

Tingkat Pendidikan
Jumlah Guru
(Orang)
Persentase
( % )
SMA/sederajat
Diploma
Sarjana
5
9
15
17,24
31,03
51,72
Jumlah
29
100,00
Sumber : Data primer
Data pada tabel 2 menunjukkan bahwa 15 guru (51,72%) berpendidikan sarjana. Yang berpendidikan Diploma sebanyak 9 orang (31,03% Sedangkan yang berpendidikan SMA/sederjat sebanyak 5 orang (17,24%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan guru yang menjadi responden cukup memadai. Memadainya pendidikan guru dapat mempengaruhi kompetensi mengajarnya.
3.        Lama Mengajar
Sesuai hasil penelitian diperoleh data bahwa kebanyakan guru telah lama mengajar yaitu dengan interval waktu 5 samapi 20 tahun. Lebih jelasnya ditampilkan melalui tabel berikut :
Tabel 3 Guru Berdasarkan Lama Mengajar, Tahun 2009.

Lama mengajar (Tahun)
Jumlah Guru
(Orang)
Persentase
( % )
5-9
10-14
15-20
9
14
6
31,03
48,28
20,69
Jumlah
29
100,00
Sumber : Data primer
Data pada tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 14 guru (48,28%) telah mengajar antara 10-14 tahun. Guru yang telah mengajar antara 5-9 tahun sebanyak  9  orang (31,03%). Sedangkan yang telah mengajar antara 15-20 tahun sebanyak 6 responden (20,69%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru telah memiliki pengalaman mengajar yang cukup. Dengan adanya pengalaman yang cukup dapat mempengaruhi kompetensi mengajarnya.
4.        Golongan
Sesuai hasil penelitian diperoleh data bahwa kebanyakan guru berada pada golongan III. Lebih jelasnya ditampilkan melalui tabel berikut :
Tabel 4. Guru Berdasarkan Golongan, Tahun 2009.

Golongan
Jumlah Guru
(Orang)
Persentase
( % )
II
III
IV
9
18
2
31,03
62,07
6,90
Jumlah
29
100,00
Sumber : Data primer
Data pada tabel 4 menunjukkan bahwa sebanyak 18 guru (62,07%) berada pada golongan III. Guru yang yang berada pada golongan II sebanyak  9  orang (31,03%). Sedangkan yang berada pada golongan IV sebanyak 2 responden (6,90%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru memiliki golongan yang memadai.



c.   Hasil Penelitian
Hasil penelitian terhadap variabel kompetensi mengajar guru laki-laki dan guru perempuan dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Kompetensi mengajar guru laki-laki
Kompetensi mengajar guru adalah kemampuan guru SMP di Kecamatan Molawe dalam pembelajaran yang diukur dari indikator : kemampuan menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/ sumber, menguasai landasan-landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar serta menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Sesuai hasil penelitian terlampir (lampiran 3) maka kompetensi mengajar guru laki-laki ditampilkan melalui tabel berikut :
Tabel 5. Kategori Kompetensi Mengajar Guru Laki-Laki, Tahun 2009
Interval Nilai
Kategori
kompetensi
Frekuensi
Persentase
(%)
Ket
88-108
109-125
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
14
2
1
82,35
11,76
5,88
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
17
100,00
-
Sumber : Data Primer
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak 14 guru laki-laki (82,35%) memiliki kategori kompetensi mengajar dengan klasifikasi sedang. Menyusul yang kategori kompetensi mengajarnya tinggi terdapat 2 orang guru (11,76%). Sedangkan 1 orang guru lainnya (5,88%) memiliki kategori kompetensi mengajar dengan klasifikasi sanagat tinggi. Artinya bahwa secara umum dapat di katakan kompetensi mengajar guru laki-laki termasuk dalam kategori sedang.
2.      Kompetensi mengajar guru perempuan
Sesuai hasil penelitian terlampir (lampiran 4) maka kompetensi mengajar guru perempuan ditampilkan melalui tabel berikut :
Tabel 6. Kategori Kompetensi Mengajar Guru Perempuan, Tahun 2009
Interval Nilai
Kategori
kompetensi
Frekuensi
Persentase
(%)
Ket
46-66
67-87
88-108
Rendah
Sedang
Tinggi
3
8
1
25,00
66,67
8,33
Rendah
Sedang
Rendah
Jumlah
12
100,00
-
Sumber : Data Primer
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebanyak 8 guru perempuan (66,67%) memiliki kategori kompetensi mengajar dengan klasifikasi sedang. Menyusul yang kategori kompetensi mengajarnya rendah terdapat 3 orang guru (25,00%). Sedangkan 1 orang guru (8,33%) memiliki kategori kompetensi mengajar tinggi. Artinya bahwa kompetensi mengajar guru perempuan termasuk dalam kategori sedang.

d.   Pembahasan
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi mengajar guru SMP di Kecamatan Molawe di lihat dari aspek jenis kelamin  digunakan bantuan tabel kerja sebagaimana terlampir.  
Berdasarkan hasil dari output komputer dimaksud maka diketahui bahwa total skor rata-rata (means) dari kompetensi mengajar guru berjenis kelamin laki-laki adalah 77,0833 dengan nilai standar deviasi 8,34983. Sedangkan total skor rata-rata (means) dari kompetensi mengajar guru berjenis kelamin perempuan adalah 71,1667 dengan nilai standar deviasi 6,86007.
Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa nilai kompetensi guru laki-laki lebih tinggi daripada kompetensi guru perempuan yaitu dengan selisih 5,916667 atau 7,68%. Ini berarti bahwa kompetensi guru laki-laki lebih tinggi bila dibandingkan dengan kompetensi guru perempuan.
Melalui hasil analisis dari program computer tersebut diketahui bahwa :
thitung                            = 6,977
Signifikansi                 = 0,000
ttabel                              = 2,201 (dari lampiran 6)
Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka thitung = 6,977 > ttabel yaitu 2,201 atau dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Oleh karena itu H1 di terima dan Ho di tolak. Ini berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi mengajar guru laki-laki dengan guru perempuan. Dimana kompetensi guru laki-laki lebih tinggi bila dibandingkan dengan kompetensi mengajar guru perempuan. Hal ini dapat dipahami karena guru berjenis kelamin perempuan memiliki peran ganda yaitu disamping sebagai guru juga berperan sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus anak-anak dan suaminya.

d.   Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Kurikulum 
Sesuai hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa : 1) Kompetensi mengajar guru SMP berjenis kelamin laki-laki di Kecamatan Molawe terdistribusi yaitu sebanyak 14 orang (82,35%) memiliki kategori kompetensi mengajar dengan klasifikasi sedang. Yang kategori kompetensi mengajarnya tinggi terdapat 2 orang (11,76%) dan 1 orang guru lainnya (5,88%) memiliki kategori kompetensi mengajar dengan klasifikasi sangat tinggi. 2) Kompetensi mengajar guru SMP berjenis kelamin perempuan di Kecamatan Molawe terdistribusi yaitu sebanyak 8 orang (66,67%) memiliki kategori kompetensi mengajar dengan klasifikasi sedang. Yang kategori kompetensi mengajarnya rendah terdapat 3 orang (25,00%) dan 1 orang lainnya (8,33%) memiliki kategori kompetensi mengajar tinggi. 3) Ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi mengajar guru SMP di Kecamatan Molawe yang berjenis kelamin laki-laki dengan guru berjenis kelamin perempuan dimana kompetensi mengajar berjenis kelamin guru berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi daripada kompetensi mengajar guru berjenis kelamin perempuan.
Implikasi hasil penelitian tersebut dalam pengembangan kurikulum adalah bahwa topik bahasan mengenai kompetensi mengajar guru dapat dijadikan sebagai salah satu materi yang harus dimasukkan dalam kurikulum tingkat satuan pengajaran (KTSP).
Dalam kurikulum KTSP pelajaran mengenai kompetensi dapat diperoleh di SMA Kelas II Semester I yang terdapat pada standar kompetensi dimana siswa mampu memahami kompetensi mengajar guru. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Model pembelajaran bersifat langsung dan pendekatan yang digunakan adalah cooperatif learning. Kegiatan intinya adalah : menjelaskan materi tentang kompetensi mengajar guru, memberikan contoh penentuan kompetensi mengajar seorang guru untuk mengetahui kategori kompetensi bagi seorang guru.














E.KESIMPULAN DAN SARAN

a.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Kompetensi mengajar guru SMP berjenis kelamin laki-laki di Kecamatan Molawe terdistribusi yaitu sebanyak 14 orang (82,35%) memiliki kategori kompetensi mengajar dengan klasifikasi sedang. Yang kategori kompetensi mengajarnya tinggi terdapat 2 orang (11,76%) dan 1 orang guru lainnya (5,88%) memiliki kategori kompetensi mengajar dengan klasifikasi sangat tinggi
2.      Kompetensi mengajar guru SMP berjenis kelamin perempuan di Kecamatan Molawe terdistribusi yaitu sebanyak 8 orang (66,67%) memiliki kategori kompetensi mengajar dengan klasifikasi sedang. Yang kategori kompetensi mengajarnya rendah terdapat 3 orang (25,00%) dan 1 orang lainnya (8,33%) memiliki kategori kompetensi mengajar tinggi
3.      Ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi mengajar guru SMP di Kecamatan Molawe yang berjenis kelamin laki-laki dengan guru berjenis kelamin perempuan dimana kompetensi mengajar berjenis kelamin guru berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi daripada kompetensi mengajar guru berjenis kelamin perempuan.


b.Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Bagi instansi terkait, sebagai bahan informasi dalam penentuan kebijakan guna meningkatkan kompetensi mengajar guru perempuan.
2.      Bagi guru perempuan, sebagai bahan masukan dalam membentuk dan melakukan peningkatan kompetensinya.
3.      Bagi peneliti lain, sebagai salah satu bahan referensi dalam melakukan penelitian yang ada kaitannya dengan perbedaan kompetensi mengajar antara guru laki-laki dengan guru perempuan.


DAFTAR PUSTAKA



Ali, Muhammad, 2004. Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung.

Oemar Hamalik, 2001. Pendidikan Guru, Konsep dan Strategi, CV. Mandar Maju, Bandung.

Riduwan, 2002, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung.

Riduwan dan Akdon, 2007, Rumus dan Data Dalam Analisis Statistika Untuk Penelitian (Administrasi Pendidikan-Bisnis-Pemerintahan-Sosial-Kebijakan-Ekonomi-Hukum-Manajemen-Kesehatan), Alfabeta, Bandung

Sardiman, 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, CV. Rajawali, Jakarta.

Soedijarto, 2003. Pengembangan Profesionalisme Guru, IKIP., Bandung.

Sudjana, 2004. Metode Statistik, Tarsito, Bandung.

Sugiono, 2005, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.

Suryabrata, Sumadi, 2001. Psikologi Pendidikan, Rajawali Press, Jakarta.

Wijaya, Cece dan Rusyan, A. Tabrani, 2004. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Winkel W.S., 2004. Psikologi Pengajaran, PT. Gramedia, Jakarta.