IDENTIFIKASI FAKTOR YANG MENDORONG IBU RUMAH BERDAGAN PAKAIAN BEKAS/ROMBENGAN
(Studi Kasus Tentang Ibu-ibu Pedagang Pakaian Bekas di Kel. Lipu Kec. Kulisusu Kab. Muna)
OLEH
KARMIDIN
A1A1 11 046
A. Pendahuluan
Pembinaan dan pengembangan perempuan merupakan penentu keberhasilan program pembangunan, dimana akhir-akhir ini biaya hidup masyarakat khususnya keluarga makin tinggi.
Tantangan ekonomi keluarga lebih banyak dirasakan oleh kaum ibu, karena kegiatan mereka secara langsung dihadapkan pada barang-barang konsumsi keluarga setiap hari. Membantu menigkatkan pendapatan keluarga, ibu-ibu rumah tangga di kelurahan Lipu melakukan berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan uang yaitu berdagang pakaian bekas. Pakaian diartikan sebagai barang yang lazim dipakai manusia untuk menutupi tubuhnya sedangkan bekas adalah benda/barang yang sudah dipakai oleh orang lain. Pengertian tersebut disimpulkan pakaian bekas adalah benda/barang yang dipakai oleh manusia untuk menutupi tubuhnya tetapi telah dipakai oleh orang lain. Pakaian bekas disebut barang loakan dan “rombengan” RB.
Usaha perdagangan yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Lipu dengan jumlah responden 16 orang, berdagang pakaian bekas memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Berdagang pakaian ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Lipu tidak hanya didorong oleh keadaan ekonomi keluarga tetapi didorong beberapa faktor. Faktor ekonomi, kesenangan dan lingkungan masyarakat. Perlu adanya suatu penelitian khusus terperinci dan sistematis mengenai “IDENTIFIKASI FAKTOR YANG MENDORONG IBU RUMAH TANGGA BERDAGANG PAKAIAN BEKAS (rombengan)” (Suatu studi kasus tentang ibu pedagang bekas/rombengan di Kelurahan Lipu, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Muna).
B. Tinjauan Pustaka
a. Pengertian dan Peranan Ibu
Menurut Muchtar (1980 : 14) perempuan secara denotatif menunjukan pada pengertian kelompok sebagai lawan jenis dari laki-laki yang berfungsi sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang melahirkan anak atau menjadi ibu dari anak yang dilahirkan (mahluk biologis). Secara kodrati ibu dianggap sebagai “pemangku turunan”, sedangkan laki-laki dianggap sebagai “pangkal turunan”. Dalam hubungan ini menurut Notoputro (1984 : 57) kedudukan ibu di masa lampau sering dianggap sebagai :
· Teman hidup (garwo-sigarene nyowo)
· Kekasih (sayang)
· Ibu (pemangku turunan)
· Ibu (wanita) mempunyai fungsi :
· Manak (beranak)
· Masak (memasak)
· Macak (bersolek, berdandan dan berhias)
Anggapan seperti ini tidak hanya dijumpai di Indonesia, namun di dunia baratpun ibu dianggap sebagai orang yang mengurusi :
· Klinder (anak)
· Kleider (pakaian)
· Kuche (dapur)
· Kuchen (roti, makanan)
Ibu yang mempunyai peranan penting dan bermacam-macam seperti : dokter, perawat, manajer, pekerja pabrik, arsitek, tentara, guru, tokoh-tokoh pemerintahan, dan lain-lain.
Ibu di abad modern ini perananya tidak hanya di bidang pembangunan mental spiritual keluarga saja, tetapi sudah meliputi berbagai bidang-bidang pembangunan. Hal ini dapat dimengerti meningat besarnya jumlah tenaga kerja ibu yang sedang bekerja atau mencari kerja.
Menurut todaro (1983 : 34) rumah tangga yang berpendapatan rendah (poor family) di negara berkembang mempunyai suatu target level dari income sejalan dengan tingkat subsistensi. Pentingya peranan ibu dalam pembangunan keluarga maupun pembangunan bangsa di satu pihak dan banyaknya kendala yang dihadapi ibu rumah tangga, maka sejak tahun 1978 telah dicanangkan suatu strategi pembangunan nasional yang mengharuskan adanya upaya peningkatan peranan ibu.
Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi pembagian tugas menurut jenis kelamin nampaknya sudah mulai kabur. Tugas-tugas ibu tidak lagi terbatas sesuai dengan sifat keibuannya, tetapi diberbagai lapangan kerja telah banyak ibu yang mengerjakan tugas-tugas suami. Banyak ibu dewasa ini tidak puas hanya berpangku tangan tinggal di rumah tetapi ingin dapat mengembangkan dirinya sekaligus menyumbangkan kepandaian dan keahliannya bagi masyarakat (Hila, 2001, 12-13).
Menurut munandar (1983 : 47) ibu (yang telah menikah) mempunyai peran ganda dalam keluarga sebagai istri, ibu, pengurus rumah tangga, semua dirasakan sebagai tugas utama seorang wanita yang sudah menikah. Kehidupan modern pembangunan saat ini ibu di tuntut dan sering bermotivasi untuk memberikan sumbangan lebih, tidak hanya terlepas dari pelayanan terhadap suami, perawatan anak dan rumah tangga. Lebi lanjut dikatakan sesungguhnya peran ganda ibu (wanita) terutama bagi yang telah menikah lebih ditentukan oleh faktor keinginan sendiri untuk bekerja di luar rumah demi mengatasi keadaan ekonomi rumah tangga sering kurang menggembirakan sehingga mendorong mereka untuk melakukan kegiatan yang dapat menambah penghasilan kerja.
Ibu berusaha memperoleh penghasilan (bekerja) bisa disebabkan oleh berbagai hal, antara lain adanya kemauan untuk mapan dalam bidang ekonomi, yaitu berusaha membiayai hidup dengan penghasilan sendiri.
b. Pengertian Pedagang
Menurut surat keputusan mentri perindustrian dan perdagangan nomor 23/MPP?Kep/1998 pedagang adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan atau perdagangan secara terus menerus dengan tujuan memperoleh laba.
Menurut Gillarso (1991 : 170) pedagan di bedakan dalam dua golongan yaitu pedagan besar dan pedagang kecil (enceran). Pedagang besar membeli secara grosir atau besar-besaran dari produksi pabrik dan menjual kepada penjual kecil (tengkulak), dan menjual dalam partai besar kepada pabrik atau perusahaan, sedangkan pedangan eceran (toko, kios, di pasar, warung tengkulak, pedagang keliling dan sebagainya) membeli kepada prdagan besar dan menjual kepada konsumen atau membeli hasil-hasil bumi dan kerajinan rakyat dari produsen kecil di jual kepedagang besar.
Surat keputusan mentri perindustrian dan perdagangan RI nomor 23/MPP/1998 menjelaskan pedagang besar (Whole saler) adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri dan atas nama pihak lain yang menunjukkan untuk menjalankan kegiatan dengan cara tidak langsung kepada konsumen akhir, sedangkan pedagang pengecer (retailer) adalah seorang atau badan usaha yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai yang kecil.
c. Peranan Ibu Dalam Bidang Ekonomi
Peranan dan pemberdayaan perempuanperlu ditingkatkan terutama menangani masalah sosial dan ekonomi. Perhatian khusus perlu diberikan kepada peningkatan kualitas keterampilan, produktivitas, kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja perempuan dan keluarganya dengan memperhatikan kodrat, harkat dan martabat sebagai perempuan.
Menurut Notoputro (1984 : 44) pembangunan yang menyeluruh adalah mensyaratkan perempuan untuk serta secara maksimal disegala bidang. Tenaga kerja perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria untuk ikut serta dalam kegiatan ekonomi.
Ibu partener suami salah satu komponen masyarakat khususnya dalam keluarga bukanlah aspek tanpa arti tatapi justru mempunyai aspek penting dalam eksistensi masyarakat dalam keluarga, ini diakui seorang pakar perempuan Suwondo (1981 : 242), dengan pendapatnya. Zaman dulu sampai sekarang perempuan memegang peranan yang penting sekali sebagai ibu rumah tangga yang meliputi segala macam pekerjaan berat seperti mengatur rumah tangga, memasak, mencuci, mengasuh, mendidik anak dan lain sebagainya. Pendapat seorang pakar perempuan menurut Semiawan ( 1986 : 12), upaya untuk meningkatkan keterampilan dan pendidikan perempuan sebenarnya tidak lepas dari upaya peningkatan secara keeluruhan, terutama pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
d. Peran Ibu Dalam Pembangunan
“Peran” diambil dari istilah teater dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kelompok-kelompok masyarakat, berarti peran adalah bagian yang kita mainkan pada setiap keadaan dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri dengan keadaan.
Ibu memiliki peran yang dibawah sejak lahir, sehingga peran tersebut merupakan suatu peran dari hidup mereka. Keterlibatan mereka sebagai anak perempuan, saudara perempuan, kemenakan, istri, ibu dan sebagainya tetapi mereka jarang memikirkan bagaimana melakukan peran tersebut, sebab sudah ada pola-pola tingkah laku dan harapan-harapan yang sederhana dan menentukan tindakan serta tanggapan apabila memegang peran-peran tersebut.
Menurut Notoputro (1984 : 17) melalui peran serta wanita yang ditunjukkan oleh Kartini maka sejak zaman itu kaum wanita Indonesia tidak kalah pentingnya dengan kaum pria dalam ikut membangun kesejahteraan bangsa dan negara.
Indonesia mengakui sepenuhnya pentingnya peranan ibu sebagai mitra sejajar dengan suami dalam pembangunan. Dijelaskan dalam 7 esensi yaitu:
1) Wanita mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan pria dalam pembangunan nasional
2) Meningkatkan kedudukan wanita dalam bermasyarakat mulai dari lingkungan keluarga dan penannya dalam pembangunan
3) Peran ganda wanita dalam keluarga dan masyarakat secara selaras dan serasi
4) Pengakuan terhadap kodrat wanita yang harus melindungi harkat dan martabat wanita yang perlu dijunjung tinggi.
5) Perlu peningkatan pendidikan dan keterampilan wanita untuk mampu memanfaatkan kesempatan kerja.
6) Perlu mengembangka iklim sosial budaya yang lebih mendorong kemajuan wanita.
7) Dalam rangka meningkatkan partisipasi wanita dalam pembangunan, kesejahteraan keluarga antara lain melalui gerakan PKK perlu ditingkatkan .
Indonesia diarahkan pada 2 sektor pembangunan, di dalam dan di luar rumah tangga. Keterlibatan waita di dunia dikenal dengan sebutan peran ganda wanita (dual role of women).
Perkembangan usaha-usaha dari ibu-ibu pengusaha dari usaha yang berbentuk kecil-kecil dan belum berbadan hukum/tempat kedudukan yang pasti, sekarang kita menemui pengusaha-pengusaha wanita di berbagai bidang usaha yang semula hanya dilakukan oleh kaum pria saja.
e. Motif yang Mendorong Ibu Rumah Tangga untuk Bekerja
Kehidupan sehari-hari kita sering mengistilahkan pendorong sebagai faktor yang memotivasi atau motif. Motif yang dimaksud adalah motif ekonomi, kesenangan dan lingkungan masyarakat.
Menurut Sajogyo (1985 : 33) ibu berusaha memperoleh (bekerja) disebabkan adanya kemauan ibu untuk mandiri dalam bidang ekonomi yaitu berusaha membiayai kebutuhan hidupnya dan bagi kebutuhan orang lain yang menjadi tanggungannya dengan penghasilan sendiri. Adanya kebutuhan untuk menambah penghasilan keluarga, dikarenakan pendapatan suami yang rendah dan tuntutan kebutuhan yang tinggi, kemngkinan lain makin luasnya kesempatan kerja yang bisa menyerap tenaga kerja wanita antara lain tumbuhnya kerajinan tangan dan industri lainya yang dilakukan oleh kaum wanita.
Menurut Sukardi (1989 : 251) perasaan senang adalah suatu unsur kepribadian yang memegang peranan penting dalam pembuatan keputusan kelanjutan kegiatan dimasa datang yang akan mengarahkan individu terhadap suatu obyek.
Menurut Burton (1992:53) perasaan senang adalah suatu sikap subyek terhadap obyek dengan dasar adanya kebutuhan yang menyebabkan subyek untuk berhubungan secara aktif dengan kebutuhan yang menariknya.
Berdasarkan pendapat di atas secara umum dapat dikatakan perasaan senang dapat mempengaruhi kegiatan-kegiatan terhadap obyek, mengarahkan suksenya kegiatan terhadap obyek dengan keterkaitan-keterkaitan subyek terhadap obyek.
Menurut Koentjaraningrat ( 1982 : 321) lingkungan masyarakat adalah suatu kesatuan manusia yang terikat oleh suatu sistem. Menurut Linton dan Hartono ( 1990 : 89) suatu kelompok manusia yang cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mengorganisasi dirinya dan berpikir sebagai suatu kesatuan dengan batasan-batasan tertentu.
Faktor yang mendorong ibu rumah bekerja adalah keinginan untuk hidup mandiri, tanggungan keluarga dan keinginan untuk memperbesar pengahasilan keluarga di samping penghasilan suami. Peranan wanita dalam setiap aspek tidak dapat diabaikan.
f. Sikap Wiraswasta
Menurut Soemanto (1993 : 48) secara etimologi wiraswasta merupakan istilah yang berasal dari kata wira dan swasta, wira berarti berani, utama dan prakarsa. Swasta paduan dari dua kata swa dan sta. Swa = sendiri dan sta = berdiri. Wiraswasta adalah keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan dengan kekuatan yang ada pada diri kita, sesorang wiraswasta mesti selalu berkarya sendiri. Manusia yang bermental wiraswasta mempunyai kemampuan yang keras untuk mencapai kemampuan dan tujuan hidupnya, sayang tidak setiap orang memiliki tujuan yang jelas dan operasioanal sehingga terbayang jelas jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya. Kekuatan mencapai tujuan adalah kemauan.
Menurut Sigit dan Sumanto ( 1993 : 48) seseorang wiraswasta adalah orang yang membeli barang dengan harga pasti meskipun orang itu belum tahu barapa harga barang itu akan dijual kemudian.
Sumahamijaya dalam alma (1999 : 36) mengungkapkan sesungguhnya Ibu Kartini telah merintis mandiri bagi ibu (wanita) dapat dibuktikan dalam kumpulan tulisan-tulisanya yang termuat dalam buku Door Duistermis For Licht, bahwa kebebasan wanita hanya didorong dari kebebasan ekonomi.
C. Metodelogi Penelitian
a. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan bulan desember 2002 bertempat di Kelurahan Lipu, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Muna.
b. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah ibu-ibu pedagang pakaian bekas (rombengan) yang ada dipasar Kelurahan Lipu yang berjumlah 16 orang dari seluruh jumlah populasi ibu-ibu pedagang pakaian bekas (rombengan). Sampel penelitian ini diambil seluruh jumlah populasi ibu-ibu pedagang pakaian bekas dengan pertimbangan jumlah populasi sasaranya sedikit.
c. Sumber Data
1) Data primer yaitu data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan ibu-ibu rumah tangga pedagang pakaian bekas (rombengan).
2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kantor Kelurahan Lipu dan Instasi pemerintah terkait lainnya yang dapat memberikan informasi yang jelas.
d. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui wawancara yakni penulis melakukan tanya jawab secara langsung kepada ibu-ibu pedagang pakaian bekas dengan pertanyaan yang tidak berstruktur dan terbuka.
e. Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif.
f. Defenisi Operasional
1) Identifikasi faktor ibu rumah tangga berdagang pakaian bekas adalah upaya untuk mengenali faktor-faktor yang mendorong ibu rumah tangga berdagang.
2) Ibu rumah tangga adalah perempuan dewasa yang telah menikah
3) Ibu-ibu pedagang pakaian bekas adalah ibu-ibu rumah tangga yang melakukan kegiatan sebagai pedagang pakaian bekas.
4) Pakaian bekas adalah suatu benda atau barang yang dipakai oleh manusia untuk menutupi tubuhnya tetapi telah dipakai oleh orang lain.
5) Pedagang pakaian bekas adalah orang peroarang atau badan usaha mempunyai pekerjaan secara bebas sebagai penghubung atau perantara dalam mendistribusikan barang dan jasa dari pabrik (produsen) langsung ke konsumen terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan.
6) Ekonomi adalah keadaan ekonomi yang dimiliki suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya setiap hari.
7) Kesenangan adalah suatu kegemaran seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan
8) Lingkungan masyarakat adalah tempat seseorang hidup dan menetap bergaul bersama-sama dengan orang lain dalam suatu daerah tertentu.
D. Hasil dan Pembahasan
a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadaan Wilayah
Kelurahan Lipu merupakan salah satu kelurahan yang terdapat dalam wilayah Kecematan Kulisusu yang letaknya sekitar 0,5 km dari ibu kota Kecamatan. Secara keseluruhan Kelurahan Lipu memeiliki luas wiliayah ± 399 ha, secara administratif memeiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
· Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bangkudu
· Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Lakonea
· Sebelah barat berbatasan dengan Teluk Kulisusu
· Sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda
Pelayanan pembangunan pemerintah dan pembinaan masyarakat agar berdaya guna, maka Kelurahan Lipu dibagi atas 4 lingkungan yakni :
1. Lingkungan Lakonea
2. Lingkunagan Laete
3. Lingkungan Eetonia
4. Lingkungan Wandaka
Wilayah Kelurahan Lipu terdapat 2 sarana peribadatan yaitu 2 buah mesjid yang terletak di lingkungan II dan III. Pusat perdagangan di Kecamatan Kulisusu terletak di Kelurahan Lipu.
2. Keadaan Penduduk
Penduduk di Kelurahan Lipu pada tahun 2002 berjumlah 4282 jiwa, laki-laki 2078 jiwa dan perempuan 2204 jiwa dengan kepala Keluarga sebanyak 888 KK.
Tabel 1. Jumlah penduduk Kelurahan Lipu berdasarkan golongan umur dan jenis kelamin tahun 2002
Golongan umur (tahun) | Jenis kelamin (jiwa) | Total penduduk (jiwa) | Persentase (%) | |
Laki-laki | Perempuan | |||
0-1 2-4 5-6 7-12 13-15 16-18 19-25 26-35 36-45 46-50 51-54 55-60 61-75 75 ke atas | 97 243 136 397 176 170 167 216 221 62 43 41 66 53 | 118 276 150 402 196 186 192 230 189 64 44 42 68 47 | 215 519 286 799 372 356 359 446 410 126 87 83 134 90 | 5,0 12,1 6,7 18,7 8,7 8,3 8,4 10,8 9,6 2,9 2,0 2,0 3,1 2,1 |
Jumlah | 2078 | 2204 | 4282 | 100 |
Sumber : Kantor Kelurahan Lipu, 2002
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui besarnya penduduk berusia non produktif pada kisaran umur 0 sampai 12 tahun berjumlah 1819 jiwa atau 42,5% dan 55 sampai 75 keatas berjumlah 307 jiwa atau 7,2%, sedangkan yang tergolong usia produktif yakni berada pada kisaran umur 13 sampai 54 tahun berjumlah 2156 jiwa atau 50,3%.
3. Mata Pencaharian Penduduk
Penduduk Kelurahan Lipu mempunyai mata pencaharian yang terdiri : PNS, Petani, Pedagang, Nelayan dan lain-lain.
Tabel 2. Penduduk Kelurahan Menurut Mata Pencaharian
No | Mata Pencaharian | Jumlah (KK) | Persenatase (%) |
1 2 3 4 5 | PNS Petani Pedagang Nelayan Lain-lain | 230 379 110 96 73 | 25,90 42,68 12,39 10,81 8,22 |
Jumlah | 888 | 100 |
Sumber : Kantor Kelurahan Lipu, 2002
Berdasarkan tabel 2 di atas, terlihat dari 888 KK penduduk Kelurahan Lipu bermata Pencaharian petani mempunyai jumlah tertinggi 42,68%, PNS 25,90%, pedagang 12,39%, nelayan 10,81% dan lain-lain 8,22%
4. Potensi Ekonomi
Kelurahan Lipu memeiliki potensi ekonomi yang cukup dari berbagai bidang, baik segi kekayaan alam dimilikinya, tenaga kerja yang tersedia maupun strategis pengembangan usaha perdagangan antar wilyah yang ada di Kecamatan.
b. Karakteristik Responden
1. Umur
Faktor umur atau usia mempengaruhi kemampuan fisik, produktivitas kerja dan pola pikir pedagang itu sendiri.
Tabel 3. Klasifikasi umur responden pedagang pakaian bekas di Kelurahan Lipu tahun 2002.
No | Klasifikasi Umur (tahun) | Jumlah (orang) | Persentase (%) |
1 2 3 4 | 25-30 31-35 36-40 41-45 | 5 4 6 1 | 31,25 25,00 37,50 6,25 |
Jumlah | 16 | 100 |
Sumber : Data primer setelah diolah 2002
Berdasarkan tabel 3 di atas, terlihat distribusi ibu-ibu rumah tangga yang berdagang pakaian bekas di Kelurahan Lipu berkisar pada usia 25 sampai 45 tahun. Ibu-ibu pedagang pakaian bekas di Kelurahan lipu 100% berumur produktif. Data diperoleh dilapangan kelompok umur 36-40 tahun kelompok umur yang tertinggi berjumlah 6 orang atau 37,50%. Kelompok umur 25 sampai 35 tahun 5 orang (31,25%), umur 31 sampai 35 tahun 4 orang (25,00%) dan umur 41 sampai 45 hanya seorang (6,25%).
2. Pendidikan
Pendidikan ibu-ibu rumah tangga pedagang pakaian bekas (rombengan).
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Responden Ibu-ibu Pedagang Rombengan di Kelurahan Lipu tahun 2002
No | Tingkat Pendidikan | Jumlah (orang) | Persentase (%) |
1 2 3 4 | Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA | 3 6 5 2 | 12,50 37,50 31,25 18,75 |
Jumlah | 16 | 100 |
Sumber : Data primer setelah diolah, 2002
Berdasarkan tabel 4 pendidikan responden tergolong rendah, walaupun sebagian telah mengenyam pendidikan formal tetapi masih dalam kategori rendah dimana 37,50% dari 16 orang pedagang tingkat pendidikan hanya tamat SD, tamat SLTP 31,25% (5 orang), tidak tamat SD 18,75% (3 orang) dan tamatan SMA 12,50% (2 orang).
c. Status Keluarga Responden Pedagang Pakaian Bekas
Ibu-ibu responden pakaian bekas berkeluarga dilihat dalam dua status keluarga yaitu status bersuami dan tidak bersuami.
Tabel 5. Status Ibu Responden pedagang Pakaian Bekas
No | Status Responden | Jumlah (orang) | Persentase (%) |
1 2 | Bersuami Tidak bersuami (janda) | 12 4 | 75 25 |
Jumlah | 16 | 100 |
Sumber : Data Primer setelah diolah
Berdasarkan tabel dapat diketahui responden statusnya bersuami 12 orang (75%) dari 16 responden, sedangkan statusnya tidak bersuami (janda) 4 otang (25%) ibu-ibu responden pedagang pakaian bekas d Kelurahan Lipu baik bersuami maupun tidak, turut serta mengambil bagian dalam meningkatkan pendapatan keluarganya, salah satu cara dengan berdagang RB.
d. Faktor-Faktor yang Mendorong Ibu Rumah Tangga Berdagang Pakaian Bekas
Berdasarkan hasil penelitian data ibu-ibu yang bekerja pedagang pakaian bekas di Kelurahan Lipu didorong di dorong oleh faktor ekonomi, faktor kesenangan dan faktor lingkungan masyarakat.
Tabel 6. Faktor yang Mendorong Ibu Rumah tangga di Kelurahan Lipu Berdagang Pakaian Bekas
No | Keteranagan | Banyaknya Responden | |
Jumlah (orang) | Persentase (%) | ||
1 2 3 | Ekonomi Kesenangan Lingkungan Masyarakat | 9 3 4 | 58,25 18,75 25,00 |
Jumlah | 16 | 100 |
Sumber : Data primer setelah diolah, 2002
Berdasarkan tabel di atas terdapat 9 orang (56,25%) responden berdagang pakaian bekas karena faktor ekonomi keluarga, 4 orang (25,00%) faktor lingkungan dan 3 orang (18,75%) faktor kesenangan.
1. Faktor Ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian salah satu faktor yang mendorong ibu rumah tangga berdagang pakaian bekas adalah faktor ekonomi rumah tangga. Hal ini dapa dilihat pada tabel 4 dari 16 orang responden, 9 orang (56,25%) responden menyatakan berdagang pakaian bekas didorong faktor ekonomi rumah tangga. Indikatornya adalah pendapatan suami yang rendah dengan tuntutan kebutuhan semakin tinggi.
Tabel 7 Deskripsi Responden Berdasarkan Faktor Ekonomi Menurut Klasifikasi Pendapatan Suami, Tanggungan Keluarga, dan Pengeluaran Konsumsi
No | Pendapatan Suami (Rp) | Tanggungan Keluarga (orang) | Pengeluaran Konsumsi (Rp) | Keterangan |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 | 350.000 300.000 - 350.000 300.000 - 300.000 - - | 7 5 3 6 7 4 5 3 2 | 400.000 400.000 175.000 400.000 400.000 300.000 450.000 350.000 250.000 | Responden berdagang Pakaian bekas atas faktor Ekonomi disebabkam pendapatan suami yang rendah dibanding pengeluaran konsumsi |
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan tabel di atas 9 orang responden dengan tingkat pendapatan suami tertinggi Rp 350.000 dan terendah Rp 300.000. Jumlah tanggungan keluarga tertinggi sebanyak 7 orang dan paling rendah 2 orang. Pengeluaran konsumsi responden tertinggi Rp 450.000 dan terendah Rp 175.000, dari 9 orang responden 4 orang responden tidak bersuami (janda)
Berdasarkan data di atas menunjukkan pengeluaran konsumsi masing-masing responden lebih besar dari pendapatan suami, maka ibu-ibu rumah tangga senantiasa berusaha mencari pekerjaan menjual pakaian bekas.
Pakaian bekas (rombengan) sangat digemari baik kalangan atas maupun dari kalangan bawaah karena, harga pakaian bekas per lembar mudah dijangkau masyarakat selain itu pula kualitasnya cukup baik, jenis-jenis pakaian bekas diperdagangkan cukup beragam.
Tabel 8. Jenis-jenis Pakaian Bekas yang Diperdagangkan oleh Ibu-ibu Responden
No | Jenis RB | Harga Beli (Rp) | Isi Bal/Lembar | Harga Jual perlembar (Rp) |
1 2 3 4 5 6 7 | Campuran Celana Jaket Sepatu Gorden Selimut Stagen/BH | 1.600.000 2.500.000 2.000.000 2.400.000 1.500.000 1.100.000 3.000.000 | 400-500 200-300 200-300 100-500 70-100 60-80 700-1000 | 2.000-7.500 5.000-25.000 7.5000-20.000 15.000-30.000 15.000-30.000 10.000-30.000 3.000-5.000 |
Sumber : Data primer setelah diolah, 2002
Berdasarkan tabel di atas berbagai jenis bal rombengan tenyata harga bal tertinggi adalah bal stage/bh Rp3.000.000,- volume (isi) per bal Rp. 3.000-5.000 sedangkan harga terenda bal selimut Rp. 1.100.000,- volume (isi) per bal 60-80 lembar dengan harga jual Rp. 10.000-30.000
Bervariasinya harga jual RB disebabkan jenis model ukuranya. Berdasarkan tabel dapat diketahui Keuntungan penjual rombengan hasil usaha adalah :
Î = TR-TC
Ket : π = Keuntungan yang diperoleh penjual pakaian bekas
TR = Total harga penjual yang diterima penjual pakaian bekas
TC = Total biaya yang dikeluarkan untuk berdagang pakaian bekas
Rumus TR=
Harga jual minimum/lembar
Harga jual maksimum/lembar
Isi bal minimum/lembar
Isi bal maksimum/lembar
Tabel 9. Pendapatan Ibu-Ibu Pedagang Pakaian Bekas dari Hasil Usaha
No | Jenis RB | Jumlah Responden(orang) | TR-TC (Rp) | Keuntungan (Rp/Bal) |
1 2 3 4 5 6 7 | Campuran Celana Jaket Sepatu Gorden Selimut Stagen/BH | 6 1 2 1 3 2 1 | 2.137.000-1.670.500 3.750.000-2.580.500 3.437.500-2.078.500 3.375.000-2.480.500 1.912.500-1.575.500 1.400.000-1.170.000 3.400.000-3.085.000 | 466.500 1.169.500 1.359.000 894.500 337.000 229.500 314.500 |
Sumber : Data primer setelah dioalah, 2002
Berdasarkan tabel di atas jenis pakaian bekas yang mempunyai keuntungan tertinggi jaket Rp. 1.359.000 per bal, terendah bal selimut Rp 229.500 per bal.
2. Faktor Kesenangan
Faktor kesengan merupakan faktor yang mendorong ibu rumah tangga untuk bekerja sebagai pedagang pakaian bekas.
Tabel 10. Latar Belakang Ibu-ibu Responden Berdagang Pakaian Bekas/Rombengan berdasarkan faktor ekonomi
No | Latar Belakang Berdagang | Jumlah (orang) | Persentase (%) |
1 2 | Secara turun temurun. Berdagang bermula dari orang tua, sehingga dilanjutkan ibu-ibu responden Bergerak untuk berdagan pakaian bekas guna memanfaatkan waktu luang | 2 1 | 66,7 33,3 |
Jumlah | 3 | 100 |
Sumber : Data primer diolah 2002
Data diatas dari 3 ibu-ibu responden, terdapat 2 orang (66,67%) latar belakang secara turun temurun dan 1 orang responden (33,33%) dipengaruhi lingkungan hidupnya.
Berdasarkan hasil penelitian di peroleh data-data 3 orang responden atau 18,75% (tabel 6) berdagang pakaian bekas karena didorong faktor kesenangan atau hoby.
Tabel 11. Deskripsi Responden Berdasarkan Faktor Kesenangan Menurut Klasifikasi Pendatan Suami, Tanggungan Keluarga dan Pengeluaran Konsumsi.
No | Pendapatan Suami (Rp) | Tanggungan Keluarga (orang) | Pengeluaran Konsumsi (Rp) | Keterangan |
1 2 3 | 500.000 550.000 500.000 | 6 5 5 | 400.000 300.000 350.000 | Responden berdagang pakaian bekas disebabkan karena hoby dan untuk mengisi waktu luang |
Sumber : data primer diolah
Berdasarkan tabel terlihat pandapatan suami, jumlah tanggungan keluarga dan pengeluaran konsumsi yang berbeda dari 3 orang responden. Pendapatan suami tertinggi yaitu Rp 550.000 dan terendah Rp 500.000, dengan jumlah tanggungan keluarga tertinggi 6 orang dan terendah 5 orang. Pengeluaran konsumsi tertinggi yaitu Rp 400.000 dan terendah Rp. 300.000
Faktor kesenangan merupakan faktor yang mendorong ibu rumah tangga untuk berdagang pakaian bekas (rombengan).
3. Faktor Lingkungan Masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian salah satu faktor yang mendorong ibu-ibu rumah tangga Kelurahan Lipu berdagang pakaian bekas adalah faktor lingkungan masyarakat.
Tabel 12. Lingkungan Tempat Tinggal Keluarga Responden
No | Latar Belakang Pedagang | Jumlah Responden |
1 2 | Dekat dengan Pada Berasal pada Lingkungan Pedagang Pakaian Bekas | 3 1 |
Sumber : Data primer diolah 2002
Berdasarkan tabel di atas 3 orang ibu responden tertarik berdagang pakaian bekas dipengaruhi oleh lingkungan pasar dan 1 orang tertarik berdagang pakaian bekas dipengaruhi lingkungan pedagang pakaian bekas.
Tabel 13. Deskripsi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Menurut Klasifikasi Pendapatan Suami, Tanggungan Keluarga dan Pengeluaran Konsumsi
No | Pendapatan Suami (Rp | Tanggungan Keluarga (orang) | Pengeluaran Konsumsi (Rp) | Keterangan |
1 2 3 4 | 600.000 800.000 800.000 1.100.000 | 7 6 4 7 | 400.000 500.000 550.000 600.000 | responden |
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari 4 orang responden memiliki tingkat pendapatan suami yang berbeda begitu pula dengan jumlah tanggungan keluarga dan pengeluaran konsumsi. Tingkat pendapatan suami tertinggi Rp 1.100.000 dan terendah Rp 600.000. Tanggungan keluarga tertinggi 7 orang dan terendah 4 orang, dengan pengeluaran konsumsi tertinggi Rp 600.000 dan terendah Rp 400.000.
Responden yang tinggal didekat atau di pinggir pasar menjual dagangannya (pakaian bekas) di rumahnya atau halaman depan rumahnya. Responden yang tinggak agak jauh dari pasar menjual dagangannya (pakaian bekas) di pasar. Pakaian bekas (rombengan) yang dijual responden tidak selamanya habis laku terjual seluruhnya dalam sebulan. Mengatasi hal tersebut responden menjual sisa-sisa pakaian belum terjual kepada pedagang eceran yang berasal dari daerah-daerah pelosok (satuan pemukiman transmigrasi) dengan harga yang lebih murah.
Berdasarkan hasil uraian di atas, maka disimpulkan faktor lingkungan merupakan faktor yang mendorong ibu rumah tangga di Kelurahan Lipu untuk berdagang pakaian bekas (rombengan).
E. Penutup
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ibu-ibu rumah tangga (pedagang pakaian bekas) di Kelurahan Lipu telah berperang ganda sebagai ibu rumah tangga dan pedagang pakaian bekas dalam meningkatkan kesejahteraan hidup keluargannya
2. Faktor-faktor yang mendorong ibu rumah tangga untuk berdagang pakaian bekas (rombengan) adalah sebagai berikut :
a) Faktor ekonomi
Faktor ekonomi yang dimaksud adalah kondisi ekonomi yang dimiliki rumah tangga seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya disebabkan tingkat pendapatan suami yang sangat rendah, sehingga ibu rumah tangga ikut berperan dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarganya dengan cara berdagang pakaian bekas (rombengan)
b) Faktor kesenangan
Faktor kesenangan yang dimaksud adalah kegemaran atau hoby dari responden yang ingin memanfaatkan waktu luang dalam kehidupan sehari-harinya. Pakaian bekas sangat digemari oleh berbagai masyarakat sehingga faktor kesenangan merupakan faktor yang mendorong ibu rumah tangga berdagang pakaian bekas.
c) Faktor lingkungan masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat yang dimaksud adalah kondisi lingkungan masyarakat dimana seseorang hidup dan bergaul dengan orang-orang disekitarnya terutama ibu rumah tangga baik tinggal di dekat pasar maupun yang tinggal bertetangga dengan beberapa orang pedagang pakaian bekas secara tidak langsung mereka akan ikut tertarik untuk berdagang pakaian bekas apalagi ia belum mempunyai pekerjaan tetap
b. Saran
1. Diharapkan kepada para ibu rumah tangga (pedagang pakaian bekas) agar tetap menjalankan usahanya sebagiai pedagang pakaian bekas selama kegiatan menguntungkan ibu-ibu rumah tangga maupun anggota keluarganya
2. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian tentang analisis pendapatan ibu-ibu rumah tangga pedagang pakaian bekas dalam meningkatkan pedapatan keluarga.
Daftar Pustaka
Alma, B.,1999. Kewirausahaa. Alfa Beta Bandung.
Anonim, 1998. SK Mentri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 23/MPP/1998. Jakarta.
Sukardi, Dewa K.,1998. Bimbingan Karir. Ghali Indonesia. Jakarta.
Gilarso, 1991. Pengantar Ilmu Ekonomi. Kanisius. Yogyakarta.
Hartono, 1990. Ilmu Sosial Dasar. Bumi Aksara. Jakarta.
Koentjaraningrat, 1982. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta.
La Hila, 2001. Status Peran Wanita dalam Sejarah Kesultanan Buton (1540-1945). Skripsi. FKIP Unhalu. Kendari.
Muchtar, 1980. Fungsi Wanita dalam Pembinaan Generasi Muda. LPKK Pusat. Jakarta.
Munandar, S.C.U., 1983. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Ngadiono, 1984. Kelembagaan dan Masyarakat. Bina Aksara. Jakarta.
Notoputro, H., 1984. Peranan Wanita dalam Masa Pembangunan di Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Sajogyo, P., 1985. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Rajawali. Jakarta.
Semiawan, C., 1986. Kondisi Sosial Kultural Usaha Tani, Penyebab Rendahnya Pendidikan. Majalah Astek.
Soemanto, W., 1993. Pendidikan Wiraswasta. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Suwondo, N., 1981. Kedudukan Wanita Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Todaro, Michael P., 1983. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid I dan II. Ghalia Indonesia. Jakarta.