DESKRIPSI KEMAMPUAN GURU DALAM MENGAJAR
DI SMP NEGERI 2 MOLAWE KABUPATEN KONAWE UTARA
O L E H
RISNAWATI
A1A1 11 048
PROGRAM STUDI EKONOMI KOPERASI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2009
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah SWT., atas hidayahNya sehingga tulisan ini terselesaikan. Sesuai dengan keberadaan penulis maka apa yang tertuang dalam tulisan ini merupakan perwujudan dari upaya optimal yang penulis lakukan. Dengan demikian penulis sadari masih terdapat kekurangan yang perlu disempurnakan.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis berserah diri dan memohon semoga budi baik yang telah diberikan mendapat pahala disisiNya dan semoga tulisan ini bermanfaat adanya. Amin.
Kendari, Juni 2009
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB II.PEMBAHASAN
A. Kemampuan Guru dalam Mengajar
B. Pengertian Guru
C. Upaya Peningkatan Kemampuan Guru dalam Mengajar
BAB III.PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai dua proses utama yaitu mengajar dan belajar. Mengajar ditingkat pendidikan formal biasanya dilakukan oleh seorang guru. Guru dalam proses belajar mengajar mempunyai tiga peranan yaitu sebagai pengajar, pembimbing dan administrator kelas.
Guru sebagai pengajar berperan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Oleh sebab itu guru dituntut untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan keterampilan mengajar. Guru sebagai pembimbing diharapkan dapat memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Peranan ini termasuk ke dalam aspek pendidik sebab tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan juga mendidik untuk mengamalkan nilai-nilai kehidupan. Hal tersebut menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah sikap yang mengubah tingkah laku peserta menjadi lebih baik. Guru sebagai administrator kelas berperan dalam pengelolaan proses belajar mengajar di kelas.
Guru merupakan komponen penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan, tidak hanya berprofesi sebagai pengajar, namun juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Berdasarkan Standar Nasional Kependidikan, guru harus memiliki empat kompetensi dasar yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Namun, kompetensi-kompetensi yang dimiliki guru saat ini masih terbatas, sehingga diperlukan suatu upaya untuk mengoptimalkan kompetensi-kompetensi tersebut.
Guru yang bermutu dan profesional menjadi tuntutan masyarakat seiring dengan tuntutan persyaratan kerja yang semakin ketat mengikuti kemajuan era globalisasi. Untuk membentuk guru yang profesional sangat tergantung pada banyak hal yaitu guru itu sendiri, pemerintah, masyarakat dan orang tua.
tiga ketentuan yang patut mendapat perhatian dalam proses pembelajaran, yaitu : 1) Seorang guru yang baik perlu memiliki pengetahuan yang mendukung tentang ilmu yang diajarkannya. Seharusnya guru mempunyai penguasaan tentang bahan yang diajarkan itu jauh melebihi siswa yang diajar. 2) Seorang guru yang baik perlu memiliki pengetahuan yang cukup tentang psikologi pendidikan. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan membantu guru secara tepat untuk menjadikan siswanya belajar. 3) Seorang guru perlu mengetahui tentang metodologi yang lebih penting untuk dipilih pada saat menyajikan materi (Ali, 2004: 13)
Guru SMP di Kecamatan Molawe sebanyak 29 orang yang terdiri dari guru laki-laki 17 orang dan perempuan 12 orang. Para guru tersebut mengajar di SMP Negeri 2 Molawe dan dan SMP Negeri I Lasolo. Ada informasi bahwa pada umumnya kompetensi mengajar guru masih perlu ditingkatkan bila ditinjau dari kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial serta kompetensi profesional. Hal ini disebabkan karena adanya fungsi ganda dari guru yaitu bagi guru yang berjenis kelamim perempuan disamping sebagai, juga harus mengurus rumah tangga sehingga alokasi waktu untuk belajar lebih sedikit. Sedangkan bagi guru berjenis kelamin guru laki-laki harus mencari tambahan pendapatan karena tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Namun demikian kondisi ini perlu dibuktikan melalui penelitian empiris.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dipandang perlu melakukan penelitian dengan judul : Deskripsi Kompetensi Mengajar Guru SMP di Kecamatan Molawe Kabupaten Konawe Utara.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana kompetensi mengajar guru SMP di Kecamatan Molawe?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi mengajar guru SMP di Kecamatan Molawe.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi kepala sekolah menengah pertama di kecamatan Molawe dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan peningkatan kompetensi mengajar guru.
2. Bagi para guru dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam meningkatkan kompetensi mengajarnya.
3. Bagi peneliti lain dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dalam melakukan penelitian yang ada kaitannya dengan kompetensi mengajar guru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Tentang Guru
Guru dalam pengertian sehari-hari diartikan sebagai orang yang melakukan tugas untuk mengajarkan ilmu pengetahuan kepada siswa atau siswa dalam suatu tempat dan waktu tertentu.
Menurut Hamalik (2001: 78) guru adalah suatu jabatan yang mempunyai peran kompetensi profesional. Pendidikan guru adalah pendidikan profesional yang terdiri dari kategori : pendidikan berlanjut, pendidikan lanjutan dan pengembangan staf. Dimana pendidikan guru dipadukan suatu proses pengadaan, pengembangan dan pengelolaan
Sardiman (2000: 125) mengemukakan bahwa guru mempunyai kedudukan, yaitu :
1. Guru sebagai tenaga profesional
Guru dalam proses belajar mengajar, memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks dalam usahanya untuk mengantarkan anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka guru harus : (1). Memiliki kemampuan profesional, (2). Memiliki kapasitas intelektual dan (3). Memiliki sifat edukasi sosial. Ketiga syarat kemampuan tersebut diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru, sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin di masyarakat.
Kehidupan guru sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat diketahui kata dari profesi. Kata profesi masuk dalam kosakata profesi bahasa Indonesia melalui bahasa Inggris (profession). Sesuai pengertian ini kata profesi seperti yang kita pergunakan sekarang ini, arti sebenarnya adalah pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih. Jika seseorang mengatakan bahwa profesinya adalah musik, sebenarnya memberitahukan kepada orang lain bahwa bidang pekerjaan yang dipilihnya adalah bermain musik.
Sardiman (2000: 131) mengemukakan profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjutan di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya menyangkut aspek-aspek yang bersifat mental daripada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesional yang senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan dipergunakan demi kemaslahatan bagi orang lain.
Seorang pekerja profesional khususnya guru, dapat dibedakan dari seorang teknisi, karena di samping menguasai sejumlah teknik dari prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam melaksanakan pekerjaannya. Guru sebagai tenaga profesional kependidikan, ditandai dengan serentetan diagnosa, rediagnosa dan penyesuaian yang terus menerus. Dalam hal ini di samping kecermatan untuk menentukan langkah, guru juga harus sabar, ulet dan tanggap terhadap setiap kondisi sehingga di akhir pekerjaannya akan membuahkan hasil yang memuaskan.
Wolmer dan Mills yang dikutip oleh Suryabrata (2001: 132) mengemukakan bahwa pekerjaan itu dapat dikatakan sebagai profesi jika memenuhi kriteria atau ukuran-ukuran sebagai berikut :
a. Memiliki spesialisasi dalam latar belakang teori yang luas yaitu memiliki pengetahuan umum dan keahlian yang mendalam.
b. Merupakan karir yang dibina secara organisatoris yang luas yaitu adanya keterkaitan dari suatu organisasi profesional, memiliki otonomi jabatan, memiliki kode etik jabatan dan merupakan karya bakti seumur hidup.
c. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional, maksudnya memperoleh dukungan masyarakat dan mendapat pengesahan dan akhirnya yang akan memperbaiki situasi pendidikan kita adalah para guru yang sehari-hari bekerja di lapangan dari guru taman kanak-kanak (TK) sampai guru besar.
Soedijarto (2003: 63) mengemukakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi kualitas perilaku guru dalam melaksanakan tugasnya, yaitu :
v Jenis kewenangan yang diberikan kepada guru
v Kualitas atasan yang mengawasi dan mengontrol perilaku guru
v Kebebasan yang diberikan kepada guru baik di kelas maupun di luar kelas
v Hubungan guru dengan siswa-siswanya
v Pengetahuan tentang dirinya sendiri dan kepercayaan terhadap diri sendiri.
Lima faktor tersebut terlihat bahwa tiga faktor pertama merupakan persoalan-persoalan yang seluruhnya terletak dalam daerah kekuasaan birokrasi pendidikan. Sedangkan dua faktor yang terakhir merupakan persoalan perlindungan hukum.
Westby dan Gibson yang dikutip oleh Winkel (2004: 112) mengemukakan ciri-ciri keprofesian di bidang kependidikan sebagai berikut :
v Diakui oleh dan layanan yang diberikan itu hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan suatu profesi.
v Diperlukan sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik.
v Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum melaksanakan pekerjaan profesional.
v Mempunyai organisasi profesional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.
Guru yang profesional di bidang kependidikan dalam kaitannya dengan accountability, dituntut adanya kualifikasi kemampuan yang lebih memadai. Merangkum pendapat para ahli. Menurut Soedijarto (2003: 71) secara garis besar ada tiga tindakan kualifikasi profesional kependidikan, yaitu :
a. Tingkatan capable personal, yakni guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif.
b. Guru sebagai innovator, yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan.
c. Guru sebagai developer, yakni harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya.
Peningkatan kualitas guru tidak hanya bergantung pada guru itu sendiri, melainkan sangat dipengaruhi oleh sikap birokrasi pendidikan.
2. Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Seseorang dikatakan sebagai seorang guru tidak cukup “tahu” suatu materi yang akan diajarkan, tetapi ia harus merupakan seorang yang harus memiliki “kepribadian guru” dengan segala ciri kedewasaanya. Dengan kata lain, bahwa untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang harus berpribadi.
Sardiman (2000: 136) mengemukakan bahwa mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya, mengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya atau memanusiakan manusia. Dengan demikian secara esensial dalam proses pendidikan, guru bukan hanya berperan sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sebagai pendidik yang mengajarkan nilai-nilai positif dalam kehidupan (transfer of value). Ia bukan saja pembawa ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi contoh sebagai pribadi manusia.
Guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing. Sebagai pendidik, guru harus melakukan bimbingan dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik.
Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing, memiliki dua fungsi yaitu fungsi moral dan fungsi kedinasan. Tinjauan secara umum, guru dengan segala peranannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya. Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing, juga disertai oleh fungsi moral itu yakni dengan wujud bekerja secara sukarela, tanpa pamrih dan semata-mata demi panggilan hati nurani.
Ada tiga alternatif yang perlu diperhatikan oleh para guru dalam melaksanakan tugas pengabdiannya, yakni karena : 1). Merasa terpanggil, 2). Mencintai dan menyayangi anak didik, dan 3). Mempunyai rasa tanggung jawab secara penuh dan sadar mengenai tugasnya.
Sehubungan dengan beberapa fungsi yang dimiliki guru, maka terdapat beberapa aspek utama yang merupakan kecakapan serta pengetahuan dasar bagi guru yakni antara lain :
a. Guru harus mengenal siswanya
b. Guru harus dapat memahami dan menempatkan kedewasaannya
c. Guru harus memiliki kecakapan memberikan bimbingan
d. Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan
e. Guru harus memiliki pengetahuan yang baru mengenai ilmu yang diajarkan.
B. Kompetensi Guru
Santoso (2006: 4) mengemukakan dengan mengingat pemikiran kualitas guru melalui profesionalisasi dimulai oleh proyek pengembangan pendidikan guru (P3G) pada tahun 1979, yang merumuskan tiga kemampuan terpenting yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional, yang kemudian dikenal dengan nama tiga kompetensi yakni : 1). kompetensi profesional, 2). Kompetensi personal, dan 3). Kompetensi sosial.
Kompetensi profesional, bahwa guru memiliki pengetahuan yang luas tentang bidang studi yang akan diajarkan serta penguasaan metodelogis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoristik, mampu memilih metode yang tepat serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi personal, artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Sedangkan kompetensi sosial, bahwa guru harus mempunyai kemampuan berkomunikasi sosial baik dengan siswanya, sesama teman guru, pimpinannya, staf tata usaha dan dengan anggota masyarakat lain.
(Santoso, 2006: 5) mengemukakan bahwa ada sepuluh kompetensi profesional guru yaitu :
1. Menguasai bahan
2. Mengelola program belajar mengajar
3. Mengelola kelas
4. Menggunakan media/sumber
5. Menguasai landasan-landasan pendidikan
6. Mengelola interaksi belajar mengajar
7. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Jika ditelaah dari sepuluh kompetensi tersebut, dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu :
1. Kemampuan menguasai bahan pengajaran
2. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar
3. Kemampuan melaksanakan program belajar mengajar. (Santoso, 2006: 5).
Yang dimaksud dengan kemampuan menguasai bahan pelajaran adalah kemampuan mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi sejumlah pengetahuan yang akan diajarkannya. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar adalah kemampuan membuat satuan pelajaran (SP), kemampuan menciptakan alat peraga (media) guna kepentingan pengajaran. Sedangkan kemampuan melaksanakan program belajar mengajar adalah kemampuan menciptakan interaksi belajar mengajar sesuai dengan situasi dan program yang dibuatnya.
Wijaya dan Rusyan (2004: 30) menjelaskan bahwa ruang lingkup kemampuan program belajar mengajar adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan merumuskan TIK secara tepat. Rumusan TIK harus didasarkan atas TIU dan GBPP.
2. Kemampuan menjabarkan TIK ke dalam bahan pelajaran atau pokok bahasan dan uraiannya dalam GBPP.
3. Kemampuan menjabarkan TIK ke dalam proses belajar mengajar yang tepat dan cocok dengan kemampuan siswa.
4. Kemampuan menjabarkan TIK, bahan pelajaran dan PBM ke dalam alat bantu pengajaran (media).
5. Kemampuan membuat alat evaluasi yang relevan dengan tujuan pengajaran.
6. Kemampuan mempersiapkan alat-alat peraga dan media.
7. Kemampuan mengelola kelas ke dalam suasana kelas yang merangsang kegiatan belajar siswa.
8. Kemampuan mengadministrasikan kegiatan pengajaran ke dalam perencanaan, pendataan dan lain-lain.
9. Kemampuan menyusun dan melaksanakan program layanan bimbingan dan penyuluhan.
10. Kemampuan menafsirkan hasil-hasil penelitian untuk keperluan pengajaran.
Sedangkan beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam melaksanakan program pengajaran menurut Wijaya dan Rusyan (2004: 32) adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Kemampuan memperkenalkan tujuan pelajaran yang jelas di hadapan siswa.
3. Kemampuan menyajikan bahan pelajaran dengan metode mengajar yang relevan dengan tujuan pelajaran.
4. Kemampuan melakukan pemantapan belajar terutama bagi siswa yang lamban.
5. Kemampuan melaksanakan penelitian hasil belajar.
6. Kemampuan mempersiapkan alat-alat bantu pelajaran dan menggunakannya dengan baik.
7. Kemampuan memperbaiki program belajar mengajar untuk keperluan pengajaran pada masa yang akan datang.
8. Kemampuan melaksanakan layanan bimbingan dan penyuluhan.
Gagne yang dikutip oleh Ali (2004: 58) mengemukakan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam tugas pengajarannya, yaitu :
1. Kemampuan memberikan kehangatan dan penerimaan kepada siswa yang berfungsi sebagai penguat aktivitas belajar.
2. Kemampuan memahami organisasi kognitif siswa.
3. Kemampuan untuk menciptakan ketertiban.
4. Kemampuan untuk memberikan peluang kepada siswa untuk aktif.
5. Kemampuan untuk memecahkan persoalan pengajaran.
Istilah kompetensi sebenarnya dipergunakan dalam dua konteks, yaitu sebagai indikator kemampuan yang menunjuk kepada pembuatan yang dapat diobservasi dan sebagai konsep yang mencakup aspek kognitif dan efektif dengan tahap-tahap pelaksanaannya.
Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Perspektif kebijakan dalam pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.
4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.
5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Standar Kompetensi Guru meliputi 3 (tiga) komponen kompetensi dan masing-masing komponen kompetensi terdiri atas beberapa unit kompetensi (didownload dari : http://www.geocities.com).
Secara keseluruhan Standar Kompetensi Guru adalah sebagai berikut :
a Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan, yang terdiri atas,
Sub Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran :
1. Menyusun rencana pembelajaran
2. Melaksanakan pembelajaran
3. Menilai prestasi belajar peserta didik.
4. Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik.
Sub Komponen Kompetensi Wawasan Kependidikan :
v Memahami landasan kependidikan
v Memahami kebijakan pendidikan
v Memahami tingkat perkembangan siswa
v Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya
v Menerapkan kerja sama dalam pekerjaan
v Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan
b. Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional, yang terdiri atas : Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai materi pembelajaran
c. Komponen Kompetensi Pengembangan Profesi terdiri atas : Mengembangkan profesi (didownload dari : http://www.geocities.com)
C. Permasalahan Kompetensi Guru
Mewujudkan tuntutan kemampuan guru sebagaimana dijelaskan di atas, sering kali dihadapi berbagai masalah yang menghambat. Secara garis besar hambatan tersebut menurut Ali (2004: 27) sebagai berikut :
1. Kurangnya daya inovasi untuk meningkatkan kemampuan. Dalam hal ini guru tidak memiliki kemampuan menciptakan hal-hal baru dalam melakukan tugasnya sebagai tenaga pengajar.
2. Lemahnya motivasi untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini dimaksudkan bahwa guru tidak memiliki dorongan yang kuat di dalam dirinya untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal metode mengajar.
3. Ketidakpedulian terhadap berbagai perkembangan. Hal ini dimaksudkan bahwa guru kurang mencari informasi baik melalui media cetak maupun elektronik terhadap perkembangan kemajuan pendidikan dan sebagainya di daerah yang sudah maju.
4. Kurangnya sarana dan prasarana pendukung. Tinggi rendahnya pengakuan profesi guru antara lain diukur dari tingkat pendidikan yang ditempuhnya. Untuk menghasilkan guru yang memiliki kemampuan telah dikembangkan sistem pendidikan guru berdasarkan kompetensi. Artinya, program pendidikan yang diberikan pada lembaga pendidikan guru disusun dan dikembangkan atas dasar analisis tugas yang disyaratkan bagi pelaksanaan tugas-tugas keguruan.
Joni dalam Wijaya dan Rusyan (2004: 183) menjelaskan bahwa ada tujuh asumsi yang mendasari perangkat kompetensi guru, yaitu yang berkenaan dengan : 1). Hakikat manusia, 2). Hakikat masyarakat, 3). Hakikat pendidikan, 4). Hakikat subjek didik, 5). Hakikat guru, 6). Hakikat belajar mengajar, 7). Hakikat kelembagaan.
Empat dari tujuh asumsi yang dikemukakan di atas, yaitu hakikat pendidikan, hakikat subjek didik, hakikat guru dan hakikat belajar mengajar oleh Sudjana (2004: 41) dijelaskan sebagai berikut :
1. Hakikat Pendidikan
Ada lima yang menjadi dasar dalam hakikat pendidikan, yakni : (a) Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi, ditandai adanya keseimbangan kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik. (b) Pendidikan merupakan penyediaan subjek didik menghadapi hidup yang mengalami perubahan yang semakin cepat. (c) Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat. (d) Pendidikan berlangsung seumur hidup. (e) Pendidikan merupakan niat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.
2. Hakikat Subjek Didik
Hakikat subjek didik didasarkan atas empat hal, yaitu : (a) Subjek didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup. (b) Subjek didik memiliki potensi baik fisik maupun psikologis yang berbeda-beda sehingga masing-masing subjek didik merupakan insane yang unik. (c) Subjek didik memerlukan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi. (d) Subjek didik pada dasarnya merupakan insane yang aktif menghadapi lingkungannya.
3. Hakikat Guru
Hal ini bertolak dari tujuh hal, yaitu : (a) Guru merupakan pembaruan, (b) Guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat. (c) Guru sebagai fasilitator memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi subjek didik untuk belajar. (d) Guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar subjek didik. (e) Guru dituntut untuk menjadi contoh dalam pengelolaan proses belajar mengajar bagi calon guru yang menjadi subjek didiknya. (f) Guru bertanggung jawab secara profesional untuk terus menerus meningkatkan kemampuannya. (g) Guru menjunjung tinggi kode etik profesional.
4. Hakikat Belajar Mengajar
Mendasari hakikat belajar mengajar adalah : (a) Peristiwa belajar terjadi apabila subjek didik aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru. (b) Proses belajar mengajar yang efektif memerlukan strategi yang tepat. (c) Program belajar mengajar dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem. (d) Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang di dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. (e) Pembentukan kemampuan memerlukan penginteraksian fungsional antara teori dan praktek serta materi dan metodologi penyampaiannya. (f) Pembentukan kemampuan memerlukan pengalaman lapangan yang bertahap. (g) Kriteria keberhasilan yang utama dalam pendidikan profesional adalah pendemonstrasian penguasaan kemampuan. (h) Materi penyampaian dan sistem penyampaiannya selalu berkembang.
Tinjauan kemampuan dapat diamati dengan menggunakan minimal empat petunjuk, yaitu : (a) Ditunjang oleh latar belakang pengetahuan. (b) Adanya penampilan atau performance. (c) Kegiatan yang menggunakan prosedur dan teknik yang jelas. (d) Adanya hasil yang dicapai.
Upaya untuk meningkatkan kemampuan guru tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan kemampuan melaksanakan tugas. Guru sebagai tenaga profesional sekurang-kurangnya dituntut kemampuannya dalam melaksanakan tugas pokok sebagai berikut: (1) Meningkatkan kemampuan merencanakan proses belajar mengajar. (2) Meningkatkan kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar. (3) Meningkatkan kemampuan menilai proses dan hasil belajar.
D. Pembinaan Kompetensi Guru Untuk Peningkatan Kualitas Mengajar
Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar dapat digabungkan ke dalam dua macam, yaitu permasalahan yang ada di dalam diri guru itu sendiri dan permasalahan yang ada di luar dirinya. Upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya menurut Soedijarto (2003: 73) dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Menumbuhkan kreativitas guru
Kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru, baik yang benar-benar baru sama sekali maupun yang merupakan modifikasi atau perubahan dengan perubahan dengan mengembangkan hal-hal yang sudah ada. Bila konsep ini dikaitkan dengan kreativitas guru, maka guru yang bersangkutan mungkin menciptakan suatu strategi mengajar yang benar-benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri) atau dapat saja merupakan modifikasi dari berbagai strategi yang ada sehingga menghasilkan bentuk baru.
Tumbuhnya kreativitas di kalangan guru dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : (a) Iklim yang memungkinkan para guru meningkatkan pengetahuan dan kecakapan dalam melaksanakan tugas. (b) Kerjasama yang cukup baik antara personil pendidikan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. (c) Pemberian penghargaan dan dorongan semangat terhadap setiap upaya yang bersifat dari para guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. (d) Perbedaan status yang tidak terlalu tajam di antaranya personil sekolah sehingga memungkinkan terjalinnya hubungan manusiawi yang lebih harmonis. (e) Pemberian kepercayaan kepada para guru untuk meningkatkan diri. (f) Melimpahkan kewenangan yang cukup besar kepada para guru dalam melaksanakan tugas dan memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas. (g) Pemberian kesempatan kepada para guru untuk ambil bagian dalam merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan hasil belajar.
2. Penataran dan lokakarya
Pelaksanaan penataran dan lokakarya dapat dilakukan dengan cara mengundang seorang atau beberapa orang pakar sebagai nara sumber. Para pakar diminta memberi penjelasan, informasi dan dasar-dasar pengetahuan yang berkaitan dengan apa yang dilokakaryakan.
Setelah peserta memperoleh pengetahuan dasar, selanjutnya dilakukan diskusi untuk mengembangkan wawasan dan disusul dengan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar. Disamping ceramah, diskusi dan pelatihan dapat pula dilakukan karya wisata ke suatu tempat yang erat kaitannya dengan masalah yang dilokakaryakan. Untuk mengembangkan dan memperluas wawasan, dapat pula ditambah dengan cara belajar di perpustakaan. Bahan-bahan yang dipelajari hendaknya disusun secara tertulis, baik dalam bentuk makalah biasa maupun dalam bentuk program, paket belajar, status modal, sehingga setiap peserta dapat belajar secara efektif.
3. Supervisi
Pelaksanakan supervisi dapat dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama-sama ingin meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Mereka secara bergantian melakukan pengamatan terhadap berbagai tingkah laku masing-masing pada saat melaksanakan proses belajar mengajar. Sebelum melaksanakan pengamatan, terlebih dahulu dibicarakan bentuk-bentuk tingkah laku apa yang menjadi fokus pengamatan dan secara bersama-sama disusun panduannya. Berdasarkan panduan itu, dilakukan pengamatan untuk melihat di mana letak kelemahan-kelemahannya. Setelah masing-masing mengetahui kelemahan diri sendiri, hal itu dijadikan dasar upaya untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kemampuan.
Langkah persiapan sebagai berikut :
1. Merundingkan dengan teman sekerja upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam proses belajar mengajar.
2. Merundingkan fokus pelaksanaan pengajaran yang diamati.
3. Merupakan alat atau panduan untuk melakukan pengamatan terhadap bentuk dan tingkah laku tertentu sesuai fokus yang didasarkan atas tolok ukur tertentu.
4. Merundingkan siapa yang lebih dulu melakukan pengamatan dan siapa berikutnya, sehingga secara bergiliran masing-masing melakukan pengamatan.
Pelaksanakan pengamatan sebagai berikut :
1. Dengan menggunakan panduan yang sudah disusun sebagai pegangan, dilakukan pengamatan secermat mungkin terhadap tingkah laku guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
2. Membuat catatan singkat tentang segi-segi yang menyangkut tingkah laku guru dan reaksi siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
3. Membuat alasan mengenai hal-hal yang dipandang perlu. Ulasan dicatat dalam lembaran lain di luar panduan pengamatan.
4. Kepedulian pengamatan terbatas pada hal-hal yang menjadi fokus semata-mata.
Pembahasan hasil pengamatan sebagai berikut :
1. Pembahasan dimulai dengan menggunakan segi-segi positif dari proses belajar mengajar yang diamati.
2. Menunjukkan beberapa kelemahan dari proses belajar mengajar, kemudian membahas mengapa hal itu terjadi serta bagaimana kemungkinan menghindarinya sebagai dasar untuk pelatihan pada proses belajar mengajar berikutnya.
3. Jika ternyata guru yang bersangkutan menemukan kesulitan dalam menampilkan segi-segi tingkah laku tertentu dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan pelatihan terlebih dahulu dalam menampilkan segi tersebut sebelum dimulai pengajaran. Untuk memudahkan pelaksanaan, terlebih dahulu dilakukan kajian tentang bentuk dan kemampuan mana yang terlebih dahulu diupayakan untuk ditingkatkan, sehingga secara bertahap tuntutan kemampuan minimal dalam proses belajar mengajar dapat tercapai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Guru merupakan komponen penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan, tidak hanya berprofesi sebagai pengajar, namun juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Berdasarkan Standar Nasional Kependidikan, guru harus memiliki empat kompetensi dasar yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Namun, kompetensi-kompetensi yang dimiliki guru saat ini masih terbatas, sehingga diperlukan suatu upaya untuk mengoptimalkan kompetensi-kompetensi tersebut.
Menurut Soedijarto (2003: 71) secara garis besar ada tiga tindakan kualifikasi profesional kependidikan, yaitu :
a. Tingkatan capable personal, yakni guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif.
b. Guru sebagai innovator, yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan.
c. Guru sebagai developer, yakni harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Bagi instansi terkait, sebagai bahan informasi dalam penentuan kebijakan guna meningkatkan kompetensi mengajar guru.
2. Bagi guru, sebagai bahan masukan dalam membentuk dan melakukan peningkatan kompetensinya agar lebih baik lagi di masa datang.
3. Bagi peneliti lain, agar dapat mengembangkan penelitian ini pada dimensi lain dari pengukuran kompetensi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, 2004. Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung.
Oemar Hamalik, 2001. Pendidikan Guru, Konsep dan Strategi, CV. Mandar Maju, Bandung.
Riduwan, 2002, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung.
Riduwan dan Akdon, 2007, Rumus dan Data Dalam Analisis Statistika Untuk Penelitian (Administrasi Pendidikan-Bisnis-Pemerintahan-Sosial-Kebijakan-Ekonomi-Hukum-Manajemen-Kesehatan), Alfabeta, Bandung
Sardiman, 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, CV. Rajawali, Jakarta.
Soedijarto, 2003. Pengembangan Profesionalisme Guru, IKIP., Bandung.
Sudjana, 2004. Metode Statistik, Tarsito, Bandung.
Sugiono, 2005, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.
Suryabrata, Sumadi, 2001. Psikologi Pendidikan, Rajawali Press, Jakarta.
Wijaya, Cece dan Rusyan, A. Tabrani, 2004. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Winkel W.S., 2004. Psikologi Pengajaran, PT. Gramedia, Jakarta.